Oleh: Satria, Ugm.ac.id 21 Februari 2019
MEPNews.id – Desember tahun lalu UGM merayakan Dies Natalisnya yang ke-69. Sejak berdiri, UGM telah meluluskan ratusan ribu mahasiswa. Termasuk 1.507 mahasiswa yang dinyatakan sebagai alumni pada 20 Februari 2019. Mereka dilepas kembali untuk mengabdikan dirinya kepada masyakat melalui sebuah upacara yang dikenal dengan ‘wisuda’.
Berdasarkan Laporan Tahunan UGM Tahun Pengadjaran 1962/1963 oleh Rektor UGM, pada halaman 4, disebutkan, “Upacara Wisuda Sarjana merupakan suatu upacara seremonial untuk meresmikan lulusnya sarjana-sarjana baru untuk melepaskan mereka secara resmi ke masyarakat dimana mereka akan menunaikan dharma baktinya begi kepentingan bangsa, negara, dan penyelesaian revolusi.”
Dengan tujuan mengedukasi sivitas akademika UGM mengenai kesakralan prosesi wisuda yang dilaksanakan UGM selama ini, Arsip UGM menggelar “Pameran Arsip Wisuda UGM dari Masa ke Masa (Tahun 1950-1996)”. Sebanyak 28 foto dan beberapa arsip tekstual berupa kliping dipertontokan pada acara itu. Pameran ini digelar 19-21 Februari di Balairung UGM.
Drs. Tristiana Chandra Dewi, S.IP., M.Si., Kepala Arsip UGM, menyatakan pameran ini salah satu bentuk publikasi yang dilakukan Arsip UGM selain jurnal, buku, film, dan naskah sumber. “Ini salah satu wujud pewarisan dan penjagaan memori kolektif tentang UGM.”
Balairung UGM dijadikan lokasi pameran karena pernah menjadi tempat pelaksanaan upacara wisuda. Menurutnya, hal tersebut juga berkaitan dengan pembatasan periode tahun yang ditetapkan Arsip UGM karena menunjukkan napak tilas pelaksanaan upacara wisuda UGM. “Sejak pertama kali diselenggarakan, upacara wisuda tiga kali mengalami perpindahan tempat,” ungkapnya.
Dewi kemudian menunjukkan buku yang menjadi landasan konsep pameran ini. Buku tersebut berjudul Wisuda UGM Periode 1950-1995 yang terbit pada 2017. Karya Herman Setyawan tersebut menjelaskan seluk beluk prosesi wisuda UGM berdasarkan khazanah dokumen yang dimiliki Arsip UGM.
Pada kurun 1950-1962, UGM telah meluluskan mahasiswa. Tapi, kala itu belum ada istilah wisuda; tentunya upacara wisuda belum ada. Pelaksanaan upacara kelulusan dilaksanakan di Kampus UGM Mangkubumen yang kala itu masih berada dalam area Keraton Ngayogyakarta.
Istilah sarjana juga belum ada pada kurun tahun tersebut. Hingga tahun 1962, gelar bagi mahasiswa yang lulus adalah Propaedeuse, Kandidat, Baccalauret I, Baccalauret II, Doktoral, Doktoral I, Doktoral II, Semi Arts, Arts, Insinjur, Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan, dan Apotheker.
Tahun 1963, untuk pertama kalinya UGM menyelenggarkan Upacara Wisuda Sarjana sesuai Laporan Tahunan UGM TP 1962/1963. Tahun ini pula istilah ‘sarjana’ mulai dipakai. Upacara dilaksanakan dalam Rapat Senat Terbuka di Sitihinggil, Yogyakarta. Sarjana-sarjana terbaik kala itu disebut sebagai ‘PARAMA WISUDA’, yang terdiri atas Lulusan Terbaik (Purna Wisuda), bakat Peneliti Terbaik (Widya Wisuda), dan Pengabdian Masyarakat Terbaik (Bhakti Wisuda).
Lulusan terbanyak UGM terjadi pada 1964 dan 1965. Tercatat, UGM meluluskan 1.370 mahasiswa pada tahun 1964. Angka tersebut melonjak jad 1.454 sarjana telah lulus pada tahun 1965.
Tahun 1972, upacara wisuda tingkat universitas ditiadakan. Menurut Rektor UGM kala itu, Prof Dr Soeroso H. Prawirohardjo MA, itu bukan kemunduran namun sesuatu yang realistis. Upacara wisuda tetap dilakukan, tapi hanya di tingkat fakultas.
Tiga tahun setelahnya, yakni 1975, upacara wisuda kembali dilaksanakan di tingkat universitas. Pada tahun ini pula, UGM meluluskan wanita pertama yang menjadi sarjana Filsafat atas nama Kenti Lukisanita Nandar.
Mulai 1976, Upacara Wisuda Sarjana tidak lagi dilaksanakan di kompleks area Keraton Ngayogyakarta, karena berpindah di Gedung Kesenian Bulaksumur (yang sekarang dikenal dengan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri). Mulai tahun itu pula, upacara wisuda dilaksanakan tiga kali dalam setahun yakni pada Mei, Agustus, dan Desember.
Pada tahun 1977, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) No. 0233/U/1977 tentang Pengesahan Statuta Universitas Negeri Gadjah Mada. Pasar 21 peraturan ini menentukan lulusan program ilmiah diberikan derajat ilmiah menurut jenjang pendidikannya, lulusan program keahlian jabatan diberikan sebutan jabatan menurut jenis keahliannya.
Berdasarkan peraturan ini, tiap mahasiswa yang akan menerima ijazah harus disertai persyaratan prasetia alumni. Oleh karenanya, Panca Prasetya yang biasanya diucapkan tiap wisuda sampai sekarang juga lahir dari peraturan ini.
Pada 1979, dengan turunnya Surat Keputusan Mendikbud No. 0124/U/1979, sistem pengajaran UGM disusun dalam dua jalur, yakni jalur gelar dan non gelar. Jalur gelar terdiri atas empat jenjang, yaitu Sarjana Muda (110-120 SKS), Sarjana (144-160 SKS), Pascasarjana (180-194), dan Doktor (228-233 SKS). Jalur non gelar terdiri atas Diploma I, Diploma II, Diploma III, Spesialis I (setingkat S2), dan Spesialis II (Setingkat S3).
Sejak turunnya SK Mendikbud tersebut, UGM untuk pertama kalinya melaksanakan Upacara Wisuda Pascasarjana pada 1982. Sementara itu, wisuda non gelar pertama terjadi pada 1985. Keduanya dilaksanakan bebarengan dengan wisuda sarjana.
Untuk, gelar dan sebutan bagi para wisudawan yang seperti sekarang, lahir setelah adanya SK Mendikbud No. 036/U/1993.
Tempat upacara wisuda kembali berpindah pada 1987. Upacara Wisuda yang meliputi sarjana, pascasarjana, non gelar ekonomi, dan non gelar teknologi tersebut tidak lagi di Gedung Kesenian Bulaksumur/Gedung Purna Budaya, melainkan di Balairung UGM.
Akhirnya, lokasi upacara wisuda yang seperti sekarang ini; di Grha Sabha Pramana, mulai terselenggara sejak 1994. Upacara tersebut masih meliputi wisuda untuk lulusan diploma, sarjana, dan pascasarjana. Kemudian, pada 1998, upacara wisuda untuk pascasarjana mulai dipisah dengan diploma dan sarjana hingga sekarang ini. (Humas UGM/Hakam)