Oleh: Moh. Husen
MEPNews.id-Ini kisah agak lama. Belum satu bulan. Sore itu setelah saya mengucap apa kabar, ingin rasanya saya bertanya mengenai sebuah kabar yang belum tentu benar atau bisa jadi malah benar mengenai dirinya sendiri. Tapi feeling saya merasakan tidak enak. Rasanya akan menyinggungnya. Saya batalkan. Saya alihkan ke yang lain. Cukup dengan apa kabar dan basa-basi sejenak segala sesuatunya menjadi selesai.
Esok harinya, tepatnya siang hari, saya mengantarkan seorang teman mencari handphone bermerk dan berkelas. Saya tersenyum. Sepertinya saya mulai terpengaruh juga dengan sebuah merk dan kelas. Padahal selama ini saya membeli apa saja rata-rata tanpa pertimbangan merk. Bahkan saya sering kagum, senang dan sukanya bukan main dengan barang-barang yang tak bermerk tapi fungsinya sama.
Kemudian oleh hati saya, segera saya diingatkan: “Tidak usah diteruskan dengan menuliskan ada manusia bermerk dan tak bermerk, berkualitas dan tak berkualitas, pandai dan tidak pandai, atau bisa dinasehati dan sampai kiamat tak bisa dinasehati. Ada rahasia Allah dibalik fakta yang tampak nyata, karena sesungguhnya yang tak diketahui manusia jauh lebih banyak dari yang telah merasa ia ketahui. So, selalu upayakan baik-baik sajalah diantara pergaulan sesama manusia sambil berharap tiba di Tuhan kelak juga secara baik-baik saja, khusnul khatimah. Gitu saja sudah. Nggak perlu sok-sok-an dan ndakik-ndakik…”
Saya jadi tertohok. Saya alihkan dengan ngopi di sebuah tempat yang ada free wifi-nya. Bukan cafe mewah. Hanya tersedia free wifi. Saya download beberapa informasi ilmu via YouTube yang saya anggap penting. Dan, untuk yang ini, hati saya segera sigap langsung menghantam saya:
“Hasil download video kamu itu mau kamu share kemana? Kamu mau diam-diam menceramahi banyak orang dengan video yang akan kamu share itu? Kamu akan berkata meniru yang di video itu bahwa dalam hidup ini jangan hanya gampang pasrah berserah kepada Allah saja, tanpa pernah belajar caranya hati-hati, caranya agar tak difitnah dan di-bully orang. Kalau berserah terus kepada Allah, kapan dong belajar hati-hatinya? Emangnya Gusti Allah itu kamu suruh jadi pembantumu, lha terus kerjamu dan usahamu untuk hati-hati itu kapan? Ceramah itu mau kamu share dan kamu pamer-pamerkan agar orang mengerti ketepatan antara doa dan usaha, ha???”
Gawat juga ngomelnya hati saya ini. Saya segera pulang. Perut saya agak error. Padahal saya ini sangat jarang share ini share itu kecuali di akun medsos saya sendiri. Sepertinya hati saya sedang sensitif dan kurang piknik. Semoga bulan Maret mendatang, jika tak ada halangan, saya bisa menghiburnya dengan traveling dan kulineran di sebuah tempat. Mohon jangan digoda: “Jangan-jangan sekedar traveling dan kulineran di kecamatan sebelah ya? Kan tempatnya nggak disebutkan, hehehe…” (Banyuwangi, 31 Januari 2019)