mepnews.id – Kolaborasi peneliti tiga negara dan masyarakat setempat berhasil mengidentifikasi spesies baru ikan di Kalimantan. Ikan yang dinamai Kapuasia falaris itu hidup di Sungai Barito, Kalimantan Tengah.
Para peneliti yang terlibat adalah Dr Veryl Hasan SPi MP dari Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga, Maurice Kottelat dari Swiss dan Lee Kong Chian dari National University of Singapore. Ketiganya melakukan penelitian dan proses identifikasi sekitar setahun.
Veryl mengungkapkan ia bersama tim melibatkan masyarakat setempat dalam penelitian. “Saya berkolaborasi dengan peneliti dari Singapura dan Swiss. Selain itu, kami berhasil mendapatkan ikan itu atas bantuan masyarakat lokal. Saat melakukan ekspedisi, kami juga dipandu masyarakat,” ujar Veryl.
Ikan yang ia temukan bersama tim peneliti ini sebelumnya tidak memiliki nama khusus sehingga dianggap sama dengan ikan-ikan sejenis. “Setelah kami amati, ikan ini memiliki ciri khusus yang tidak sama dengan yang lain. Yang paling mencolok, ada blok warna putih di bagian hidung. Maka, ia harus dikeluarkan dari penggolongan sebelumnya,” ucapnya.
Penamaan spesies ikan tidak sembarangan dilakukan. Terdapat kaidah-kaidah ilmiah yang menjadi landasan penamaan. “Harus melewati kaidah ilmiah. Misalnya, menggunakan nama latin sesuai ciri tubuh. Tidak ujug-ujug memberi nama. Tapi, bisa disesuaikan dengan ciri tubuh, lokasi, atau penemu,” ujarnya.
Melalui proses panjang, spesies ikan ini diberi nama resmi pada 2 Desember 2024 lalu. Nama Kapuasia falaris berasal dari etimologi Yunani yang berarti hidung putih sesuai ciri tubuh ikan. “Spesies lain, hidungnya bermotif. Yang ini, hidungnya putih mencolok,” ucap peneliti yang masuk World’s Top 2% Scientist 2024 versi Stanford University dan Elsevier itu.
Spesies Kapuasia falaris ini terbatas pada aliran tertentu di perairan Kalimantan. “Urgensinya adalah, tempat itu memiliki nilai tinggi yang harus kita proteksi. Ikan itu hanya bisa tinggal di situ,” ucap Dosen Akuakultur itu.
Penemuan ini menambah khazanah kekayaan keanekaragaman hayati. Penemuan spesies ikan ini juga bisa membawa dampak sistemik pada regulasi yang mengatur perlindungan hewan.
“Sebenarnya ikan ini sudah tersebar di perdagangan ikan hias, meskipun dulu belum ada namanya. Karena sudah teridentifikasi, ibaratnya sudah punya KTP, kita bisa membuat regulasi. Misalnya, ikan ini tidak bisa dijual, dan lain sebagainya. Ada dampak sistemiknya,” jelasnya.
Dengan temuan spesies baru ikan ini, berarti masih banyak hal yang perlu diungkap dan dibenahi. “Perlu adanya legitimasi atas eksistensi spesies tertentu agar bisa melakukan penyelamatan, penangkaran dan budidaya,” kata Veryl.