Oleh: Wahyu Rizki
mepnews.id – Tak ada yang menyangka, dunia dilanda pandemi COVID-19. Suasana duka menyelimuti hari-hari manusia di seluruh dunia dengan melihat banyaknya korban meninggal. Banyak hal yang dilakukan guna memutus mata rantai penularan. Upaya-upaya medis ditingkatkan, ritual-ritual tradisional juga.
Masyarakat Papring di Kelurahan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, menyebut pandemi sebagai pagebluk merujuk pada beruntunnya orang meninggal. Selain menjalani Prokes anjuran pemerintah, mereka mempunyai ritual penolak bala yang mereka yakini dapat meredam mala petaka.
Mereka sebut ritual itu Selametan Kampung Papat Angin yang mereka percaya akan menolak mala petaka yang datang dari empat penjuru mata angin.
Selamatan ini hanya dihadiri oleh 40 lajang/perawan di kampung Papring dan 1 orang pemuka agama sebagai pemandu doa. Dalam ritual sore hari menjelang Maghrib, mereka duduk berjajar di perempatan kampung. Di setiap arah mata angin, masing-masing duduk berjajar 10 orang. Pemimpin doa duduk tepat di tengah-tengah perempatan.
Mereka yang datang membawa bekal makanan yang dikumpulkan kemudian dibagikan kembali setelah pembacaan doa. Panitia selamatan juga sudah menyiapkan segentong air yang diambil dari 4 sumber mata air di Papring. Tak lupa, mereka tambahkan air zam-zam.
Air dalam gentong dibagi pada wadah-wadah kecil yang nantinya dibawa pulang oleh mereka yang datang. Air ini diyakini dapat meredakan penyakit yang diderita manusia.
Tak selang berapa lama, pembacaan doa selesai. Mereka yang datang diwajibkan memakan makanan yang telah dibagi di perempatan itu. Kemudian, sebelum pulang meninggalkan tempat selamatan, mereka membakar alas duduk dan wadah makanan sebagai simbol dari pemusnahan segala macam penyakit.
Mudah-mudahan pandemi ini cepat berlalu. Segala macam usaha dan upaya tidak lepas dari Ridho Tuhan Yang Maha Esa. Semoga kita semua tetap dalam lindungannya.
- Penulis adalah guru di SD Negeri 2 Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.