Oleh: Sulistiyani
mepnews.id – Pendidikan memiliki peranan penting dalam membentuk karakter peserta didik. Tentu saja tugas ini tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh kolaborasi antara guru dan orang tua untuk mewujudkannnya, serta peran pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Ketika sinergi dapat terjalin dengan erat, niscaya keberhasilan pembelajaran dengan mudah didapatkan.
Setiap anak memiliki kemampuan berbeda, sehingga guru membutuhkan inovasi untuk memberikan inspirasi agar mereka mampu berkreasi, dan memotivasi mereka untuk merdeka berkarya sesuai bidang kompetensinya. Namun, tugas mulia Pahlawan Tanpa Tanda Jasa untuk membentuk masa depan bangsa itu lebih sering diberikan banyak aturan dibandingkan dengan pertolongan. Banyak tugas administrastif yang menghabiskan waktu guru, sehingga membatasi gerak guru untuk membantu peserta didiknya yang mengalami ketertinggalan.
Kita pahami bersama bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian saja, tetapi pada kenyataanya harus terpaksa untuk mengejar nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebagai syarat kenaikan kelas. Fakta-fakta ini lah yang melatar-belakangi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menggulirkan kebijakan ‘Merdeka Belajar’ sehingga akan lahir korelasi antara “berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia” dengan “Merdeka Belajar”.
Kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan di dunia nyata. Itu lah pentingnya memiliki SDM unggul sebagai solusi kompleksitas masa depan bangsa. Maka, untuk menjamin tumbuh kembangnya SDM berkualitas, dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Namun sayangnya, kondisi pendidikan kita belum menunjukkan hasil memuaskan. Salah satu indikatornya, berdasarkan data skor PISA (Programme For Internasional Students Assessment) tahun 2018 yang diterbitkan Maret 2019, dalam kategori membaca, sains, dan matematika, skor Indonesia tergolong rendah karena berada di urutan ke-74 dari 79 negara (Ayomenulis.id, 22 Oktober 2020).
Rendahnya tingkat literasi disebabkan budaya bertutur dan mendengar yang lebih dominan, dan belum terbiasa dengan tradisi baca-tulis (literasi). Untuk negara dengan tradisi literasi yang baik, pemandangan orang-orang yang membaca buku saat antre di tempat umum adalah sesuatu yang lumrah, tetapi saat ini budaya ini masih dianggap asing di Indonesia. Selain itu, sistem pendidikan di Indonesia belum ‘memaksa’ para siswa untuk lebih banyak membaca, menulis dan kegiatan literasi lainnya.
Lalu, bagaimana agar literasi dapat lebih dicintai?
Dengan cara membangun budaya literasi. Membangun budaya literasi bisa dimulai sedini mungkin saat mereka belum banyak tervisualisasikan oleh konten-konten hiburan yang lebih mudah tersajikan secara digital. Membangun literasi melalui peran orang tua di rumah serta para guru di sekolah.
Di sekolah, pembiasaan literasi bisa dimulai dari bidang kompetensi yang mereka miliki. Misalnya untuk Sekolah Menengah Kejuruan yang memiliki beberapa bidang Kompetensi Keahlian, kita dapat membiasakan para siswa berliterasi dari materi-materi pada kompetensi mereka. Sebagai contoh pada bidang Kompetensi Keahlian Perbankan dan Keuangan Mikro di SMK Negeri 2 Balikpapan, peserta didik selain mendapatkan materi berupa teori, juga mendapatkan praktik komputer maupun praktik di Bank Mini.
Praktik di Bank mini menghasilkan output peserta didik yang berkarakter, karena dibina untuk memberikan Layanan Prima (Excellent Service). Pelayanan yang dimulai dari senyum, sapa, salam, memahami karakter nasabah dengan baik, dan bersikap ramah serta cekatan dengan mengutamakan kebutuhan nasabah akan menjadi sebuah kebiasaan kepada peserta didik. Praktik baik yang dilakukan secara berulang akan menjadi karakter yang melekat kepada peserta didik saat mereka kelak memasuki Industri dan Dunia Kerja (IDUKA).
Mekanisme praktik dapat dimulai dari pembagian jadwal praktik yang terdiri dari empat hingga lima siswa. Masing-masing berperan sebagai Customer Service, dua orang sebagai Teller, Back Office, dan satu lagi sebagai Account Officer. Peran bisa dilakukan secara bergantian untuk praktik di hari berikutnya, agar masing-masing peserta didik yang sedang praktik bisa memahami tugas tiap-tiap bagian. Misalnya saat mendapatkan jadwal di hari pertama berperan sebagai Customer Service, maka untuk jadwal selanjutnya peserta didik tersebut bisa berperan menjadi Teller atau peran lainnya.
Tidak hanya karakter yang terbangun dari praktik ini, tetapi juga mampu membangun literasi sejak usia remaja. Aktivitas saat praktik menuntut mereka bisa membuat narasi saat pelaporan sebagai pertanggung-jawaban atas praktik yang sudah mereka laksanakan. Untuk membuat narasi yang baik, tentu saja perlu bimbingan Penanggung Jawab Bank Mini yang juga harus mampu berperan membimbing sekaligus menjadi praktisi literasi.
Kejadian-kejadian saat praktik dari pagi hingga siang atau sore hari dicatat oleh setiap peserta didik di akhir waktu sebagai laporan atas praktik yang telah mereka laksanakan, selain tugas utama mereka. Tugas utama mereka sendiri adalah membuat pencatatan transaksi, membuat jurnal, laporan kas bank, hingga membuat laporan keuangan. Sehingga mau tidak mau, mereka akan berlatih untuk berpikir, membaca, mengamati, hingga menulis. Ini lah yang nantinya menjadi cikal bakal membudayakan literasi pada mereka.
Membangun budaya literasi melalui praktik di Bank Mini dilakukan agar peserta didik mampu meningkatkan pemahaman Bahasa Indonesia pada bidang kompetensi mereka, selain memperkaya pengetahuan kosa kata, menambah informasi dan wawasan baru, meningkatkan daya ingat dan kepekaan terhadap informasi dan tentunya mampu meningkatkan kreativitas peserta didik dalam menulis dan menyusun kata-kata. Melalui praktik di Bank Mini, budaya literasi ini dapat dibangun kembali. Ini memberikan dampak positif untuk mewujudkan generasi berkualitas yang literat, dan mampu menjadi Generasi Emas di masa yang akan datang yang siap bersaing dan kompeten di bidangnya.
- Penulis adalah guru di SMKN 2 Balikpapan. Baginya, menulis tak sekadar literasi melainkan untaian cinta dari hati. Menuangkan sebuah kerinduan dalam tulisan, dan menyampaikan pesan cinta kepada pembaca lewat aksara. Follow akun Instagram dan Facebooknya @Sulis Ummu Yazid, serta Wattpad @SulisTiyani780.