Oleh: Moh. Husen
MEPNews.id – Ibadah kaum muslimin selama bulan Ramadhan biasanya mengalami peningkatan. Selain puasa dan shalat wajib, biasanya ditambah juga dengan shalat tarawih serta shalat-shalat sunnah lainnya. Plus tadarus Al-Quran. Juga sedekah. Biasanya ditingkatkan.
Tak peduli apakah hal itu dikarenakan sebuah kesadaran dan rasa syukur, perasaan penuh dosa, ataukah iming-iming pelipatan ganda pahala yang begitu diobral Tuhan selama bulan Ramadhan–marilah kita berhusnuddhon bahwa manusia senantiasa mempunyai naluri untuk berkembang dan memperbaiki diri.
Suatu malam dalam bulan Ramadhan saya berada di sebuah desa terpencil. Habis shalat tarawih saya bersilaturrahmi menuju rumah seorang kawan. Sembari ngobrol santai dan ngopi, sayup-sayup terdengar suara tadarus dari berbagai pengeras suara masjid dan musholla.
Hati saya mendadak gugur: “Ya Allah, siapakah dulu yang pertama kali ikhlas hatinya mendatangi desa ini, mengajari mereka membaca Al-Quran hingga turun temurun hingga sekarang ini anak turun mereka bisa membaca Al-Quran…”
Selama Ramadhan ini, disadari atau tidak, kaum muslimin melalui berbagai ibadahnya itu, telah bergaul dengan sumbernya secara langsung, yakni Allah. Mereka beristirahat sebentar dari pergaulan tafsir yang terkadang justru mempersempit mereka. Mereka seakan dibikin lebih percaya kepada sebuah tafsir. Padahal sebuah tafsir bisa keliru dan berjauhan dengan sumberNya.
Bergaul dengan tafsir dan apa saja itu penting dan tidak pasti salah. Tapi pergaulan mereka hari-hari Ramadhan ini dengan Sang Maha Sumber, sungguh pun hanya melalui mendekap dan mencintai Al-Quran saja karena tak bisa membacanya, sangat memungkinkan Allah menghidayahinya, menuntun setiap langkahnya, mencerdaskan pengetahuannya, mengantarkannya ke maqom yang sejati, tanpa bisa diganggu atau dimonopoli kelompok tafsir keagamaan tertentu.
Demikianlah nikmat dan perlunya bergaul dengan Sumber. (Banyuwangi, 26 April 2020)