Oleh: Moh. Husen
MEPNews.id–Sekedar ngopi sembari mendengarkan lagu dangdut, seorang calon kepala desa berkata: “Ah rasanya hidup ini sudah sangat sempurna, nggak ada lagi yang kurang.” Rupanya ngopi plus ada lagu dangdut sangat menghiburnya. Dan hampir saja teman sebelahnya nyeletuk: “Andai 9 Oktober besok kalah dalam Pilkades pun juga nggak masalah ya, hahahaha…”
Siap kalah lebih berpotensi sehat daripada tidak siap kalah. Kalau nanti ternyata menang ya alhamdulillah. Kalau ternyata kalah ya sudah siap sejak awal sehingga jauh dari stress, depresi, malu keluar rumah, dan sebagainya.
Para calon Kades kini bagai juru dakwah yang senantiasa menyampaikan visi misinya secara bil hikmah wal mauidhothil hasanah bahwa hanya dengan memilihnya kesejahteraan, keamanan serta kemakmuran masyarakat desa akan terwujud.
Kita semua tahu, jika orang sudah dipercaya dan dicintai maka apa saja tentang dirinya selalu dianggap benar oleh orang lain. Ucapan dan tindakannya nyaris nampak tanpa cela. Jika ada yang berani mengkritiknya, maka justru pendukung fanatiknya akan mengaggap pihak pengkritik saja yang gagal faham, ilmunya masih dangkal, serta menuruti hawa nafsu ingin mengalahkan.
Masing-masing orang beda-beda dalam menerapkan sikap dan tindakannya agar dipercaya dan dicintai mayoritas masyarakat. Pencitraan diri sedemikian rupa dimaksimalkan. Foto-foto tampilan medsos sangat ditata. Menyapa orang di jalan. Sangat lucu jika calon pemimpin tidak bisa jaim alias jaga image. Biarpun ngobrol di warung kopi tetap harus mengesankan bahwa dia keturunan nabi. Bisa cerita seperti pahlawan. Dan seterusnya.
Sampai disini, yang memilukan hati ialah sebuah khotbah yang menasehati orang kecil agar jangan sampai salah pilih pemimpin. “Dosa besar dan masuk neraka jika kalian salah pilih,” pesan serius Si Pengkhotbah yang disertai ancaman dosa dan masuk neraka.
Hati yang pilu spontan memekik: “Ya Allah, hidup mereka ini sudah susah. Mikir besok pagi dari mana bisa mencukupi kebutuhan keluarga saja sedemikian pusingnya. Mereka tidak sempat dan tidak bisa yang muluk-muluk untuk meneliti para calon pemimpin mereka. Orang kecil memang berkemungkinan besar gampang dijejali manipulasi opini dan pencitraan palsu. Tapi mestinya kelak yang dipercaya menjadi pemimpin itulah yang harus diancam dosa dan neraka jika kelak ingkar kepada janji-janjinya sendiri kepada warga. Kenapa mereka sedemikian tega mengganggu tidur nyenyak orang kecil dengan bayang-bayang dosa dan neraka jika salah pilih…”
Memang bukan orang kecil saja yang mudah percaya dengan manipulasi fakta. Para intelektual dan tokoh pun tak jarang tertipu oleh yang seakan-akan pahlawan. Wallahu a’lam. Jangan lupa ngopi dan datang ke TPS pada tanggal 9 Oktober 2019 untuk memilih pemimpin desa yang terbaik.
(Banyuwangi, 30 Oktober 2019)