Pidato Kemerdekaan di Warung Kopi

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id — Mungkin karena terbawa situasi semangat kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke-74 ini, teman-teman kalau mau ngajak ngopi melalui WA Grup menggunakan password kemerdekaan: “Yang enak kita ngopi di mana ini dalam rangka HUT kemerdekaan RI?”

Setelah disepakati tempat ngopi yang nyaman di mana, lantas teman-teman yang sedang tidak mempunyai kesibukan merapat ke lokasi yang telah disepakati bersama.

Yang asyik dari pertemuan ngopi kali ini adalah, di antara mereka ada yang guyon mengharuskan tiap-tiap peserta ngopi ini membayangkan andai mereka menjadi pejabat dan disuruh menjadi pembina upacara hari kemerdekaan RI ke-74 ini, bagaimanakah bunyi pidato mereka.

Jajal riko, kadhung dikongkon pidato kemerdekaan RI, kelendi pidatone?” kata yang guyon menggunakan bahasa Osing Banyuwangi.

Kalau di-bahasa Indonesia-kan: “Coba kamu, kalau disuruh pidato kemerdekaan RI gimana pidatonya?”

“Spontan saja. Salah, nggak pa-pa. Wong ini cuma di warung kopi kok. Tidak diliput televisi,” tambahnya lagi, memotivasi.

“Siap! Ayok pidato, Rek! Ngapain serius dan tidak guyon? Apa kamu mau jadi pejabat sungguhan sehingga tidak mau guyon, hahahaha…” mulai ada yang ngompori untuk setuju masing-masing “pejabat” warung kopi ini harus pidato kemerdekaan.

“Oke siap!” sahut lainnya

“Kalau gitu, saya dulu ya berpidato. Dengarkan baik-baik,” seseorang yang berkacamata langsung to the point memulai.

“Saudara-saudara…,” katanya, “Kemerdekaan dari perang melawan penjajah secara fisik dan militer memang sungguh patut kita syukuri. Kita sekarang ini berperang melawan panasnya matahari saja sudah menyerah. Ingat kepada petani di sawah dengan terik matahari saja tak pernah. Apa mungkin hari ini kita bisa sungguh-sungguh mengingat dan menghargai jasa para pahlawan kemerdekaan negara tercinta kita ini? Yang mana mereka telah mempersembahkan darah dan kematian bagi kemerdekaan negara kita ini…”

“Ayo, sekarang kamu. Salah nggak pa-pa. Langsung tancap saja,” Mas berkacamata ini menunjuk kawan sebelahnya.

“Saudara-saudara…,” lanjut kawan sebelah, “Penjajah kita sekarang ini bernama hoax. Penjajah kita sekarang bernama informasi palsu. Makanya kita jangan terpecah-pecah. Kita harus banyak bergaul dan banyak memperkaya informasi. Kita harus menggunakan akal sehat dalam menelaah berbagai informasi. Kalau kelompok A bisa dipastikan tidak bisa bertemu dengan kelompok B, maka si informan palsu bisa dengan leluasa menipu, menghasut dan memecah belah. Kuasai cara berkomunikasi. Jaga silaturahmi terus menerus agar tetap bisa saling bertemu dan bersatu antar golongan. Hilangkan kebencian. Hilangkan dendam. Jaga persatuan dan kesatuan demi kemerdekaan negara kita ini…”

“Sekarang giliran yang mengusulkan pidato nih, hehehe…” tunjuk kawan sebelah.

“Saudara-saudara. NKRI harga mati!!!” teriak yang ngusulin pidato dengan tangan terkepalnya.

“Cukup gitu saja pidato saya,” katanya.

“Hahahahahaha…” semua yang ngopi tertawa.

“Tapi sebelum ngopi kita ini diakhiri, marilah kita berdoa untuk para pahlawan yang telah berjuang dan gugur demi kemerdekaan negara kita. Jangan pernah menghina dan meremehkan perjuangan mereka. Berdoa mulai. Al-fatihah…”

Si pengusul bisa juga membawa situasi khusyuk. Sungguh pun acara formalnya sekedar ngopi-ngopi.

(Banyuwangi, 17 Agustus 2019)

Facebook Comments

Comments are closed.