Bapak Naini plus Media Online

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id–Salah satu sahabat baik saya bernama Bapak Naini. Bukan nama asli. Tapi terkadang saya bergurau memanggilnya Bapak Naini. Asal kata dari kebiasaan bapak ini sendiri bergurau “nah ini” yang beliau bahasakan menjadi “naini”. Jadinya Bapak Naini. Saya banyak berguru tanya-tanya IT kepada beliau. Dulu beliaunya ini punya Warnet. Tapi entah sekarang. Sepertinya sedang beralih profesi.

Suatu malam saat sedang asyik-asyiknya ngobrol ngalor ngidul kesana kemari sembari ngopi dengan bapak Naini di “wilayah” saya, tersiar kabar di televisi yang kemudian disusul beredar hampir terus menerus di media online mengenai seorang bapak yang pernah menduda terkena vonis penjara. Batin saya, seram juga nih ketika kabar “tak sedap” seseorang masuk ke media online. Kalau televisi masih bisa segera berlalu.

Kita semua tahu adanya media online memang bisa sangat mengerikan. Setiap nama yang tersandung kasus keburukan bisa hingga ke anak cucu tercinta kelak mengetahuinya. Cukup klik nama, bermunculanlah berbagai kisah tentang siapa saja yang pernah tersandung masalah karena diberitakan oleh media online. Kalau media cetak bisa langsung terbuang dijadikan bungkus kacang.

Media online bisa tidak perlu punya nama yang terkenal sebagaimana koran-koran akan sepi dari pembeli dan pembaca jika kurang bonafit. Media Online bisa dengan gampang dishare dari ponsel ke ponsel menuju masyarakat luas serta pihak-pihak yang dianggap “lawan” dalam sebuah kepentingan tertentu dan selebihnya diedarkan di medsos atau dibiarkan saja duduk manis di website untuk “mencerahkan” masyarakat luas yang kebetulan membacanya.

So, apakah media online tidak bisa disetting mempunyai semacam kebijakan manusiawi yang “pemaaf” bahwa sebuah berita terkait keburukan nama seseorang bisa terhapus otomatis entah dalam skala ukuran sekian bulan, sekian tahun, atau entah bagaimana mengaturnya? Lalu berita tersebut disimpan di semacam “galery pribadi” yang tertutup dari publikasi media online, apakah bisa begitu? Meskipun beberapa orang justru terkadang bangga mempublikasikan aibnya sendiri, entah itu di medsos yang dilihat banyak orang atau di yang lain-lainnya.

Sebagai laki-laki kalau kita ketemu perempuan yang kemarin bayi dan sekarang berubah menjadi dewasa masak kita samakan, sehingga kalau ketemu dia kita anggap bayi terus: kita sayang-sayang pipinya, kita pegang-pegang di tempat umum, kita bopong dijalanan? Seseorang bisa menyadari kesalahannya dimasa lalu lantas berubah hijrah dari keburukan ke kebaikan, minaddhulumati ilannur, masak akan kita samakan terus hingga sekarang?

Ada yang bilang: “Biar orang jera dan akan malu jika berbuat buruk, jadinya dengan adanya media online ini seseorang bisa berhati-hati karena nama ia akan tercatat abadi secara online sepanjang masa…”

Atas jawaban model begini, iseng-iseng yang lainnya ikut menggoda: “Rasa malu? Rasa malu di jaman now ini hanya jika seseorang menjadi sangat bagitu miskin. Selain kemiskinan mereka akan kuat dan bersabar. Bahkan keburukan apa saja yang terjadi, asalkan bukan kemelaratan materi, semuanya dianggap ujian dari Tuhan yang akan dengan sangat tabah bahkan mungkin riang gembira dan senang hati akan mereka terima dan mereka jalani dengan ikhlas…”

“Kalau gitu, ya nggak pa-pa kan kalau kejahatan mereka melekat tertulis selamanya di media online?”

“Wah, ya jangan gitu dong…”

“Lantas gimana?”

“Aku berbaik sangka jika mereka telah berubah kelak, mereka akan menyesali sikapnya, yang semestinya rasa malu itu bukan hanya ketika tertimpa kemiskinan belaka. Makanya aku sepakat dan entahlah kesepakatanku ini harus disampaikan ke siapa atau dibagaimanakan bahwa jejak digital keburukan seseorang, katakanlah di media online, bisa kelak terhapus otomatis karena mereka bukanlah orang buruk hari ini, yang kemarin kita kenal keburukannya…”

Yang menulis ini diam dan diam saja mendengarkan suara renungan itu. Bahkan dia jadi ikut menimbang-nimbangnya dan bingung juga. Sampai-sampai, hingga di akhir dia menulis ini, dia benar-benar bingung sambil guyon sendiri: “Judul tulisan ini yang enak Bapak Naini atau Media Online saja ya? Atau digabung, Bapak Naini plus Media Online gitu ya? Ah, jadi bingung…!!!”

(Banyuwangi, 7 Februari 2019)

Facebook Comments

Comments are closed.