mepnews.id – Awal bulan Juli 2022, sejumlah media mengabarkan pemerintah Taiwan menahan beberapa produk mie instan lintas negara, termasuk dari Indonesia. Berdasar laporan Food and Drug Administration (FDA) Taiwan, produk sejumlah mie memiliki kadar residu pestisida berlebihan.
Dominikus Raditya Atmaka SGz MPH, ahli gizi dari Uiversitas Airlangga, mengimbau masyarakat Indonesia tidak panik berlebihan. Menurutnya, angka residu pestisida dalam mie instan sangat rendah. Bahkan, lebih rendah daripada residu pestisida produk pertanian lain.
Ia menjelaskan, “Residu pestisida pada makanan biasanya bersumber dari lahan pertanian. Pestisida biasanya digunakan sebagai anti hama, anti patogen, dan lain-lain yang umum dipakai untuk meningkatkan kualitas produksi bahan makanan.’’
Spesialis gizi klinis dan pengembangan produk makanan itu menyatakan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (RI) telah mengatur Standar Nasional Indonesia (SNI) produksi makanan. Jika produsen bahan makanan tidak mengikuti aturan atau secara tidak sengaja memiliki kandungan bahan berbahaya dalam makanan, maka BPOM menarik produk tersebut dari pasaran.
Untuk ambang batas residu pestisida, ada aturannya dan berbeda-beda tergantung jenis makanannya. “Pada mie instan, sebetulnya tidak ada statement khusus yang menyebutkan ambang batas pestisida. Pengolahan mie instan tidak melibatkan bahan turunan pestisida. Namun, dalam standar produksi makanan di negara lain, biasanya itu tercantum lebih detail,” katanya.
Dilansir dari tempo.co, ada varian produk di Taiwan yang terdeteksi mengandung residu pestisida karsinogen kelas 1 etilen oksida. Sup Daging Sapi Instan Cup; Sup Ayam Instan Cup; Instant Cup Korean Spicy Soup; Instant Cup Korean Spicy Chicken; dan Sup Laksa Pedas Instan Cup.
Dominikus Raditya Atmaka menjelaskan, itu terjadi karena standar produksi makanan yang ditetapkan di Indonesia berbeda dengan negara lain. Artinya, tergantung keketatan pengawasan dari badan pengawas makanan di negara tersebut.
Ada sejumlah negara yang pengawasan makanannya sangat ketat, misalnya; Amerika, Jepang, dan Taiwan. Keketatannya juga bergantung kondisi kesehatan populasi di negara masing-masing.
“Jepang, misalnya, populasi masyarakatnya cenderung sangat sehat, dan tidak terlalu banyak mengkonsumsi gula, garam, dan minyak. Jadi, ya mereka (Red: otoritas FDA) sangat ketat mengawasi produksi makanan yang beredar di negaranya,” kata dosen Gizi itu.
Di Amerika Serikat, tingginya angka alergi seperti alergi kacang, coklat, hingga makanan laut, membuat FDA memperketat makanan yang dapat memicu alergi itu. Keketatan tersebut semata-mata untuk menjaga kesehatan masyarakat di negaranya.