Idul Adha; Memanusiakan Manusia

mepnews.id – Sabtu 9 Juli 2022, ribuan warga Muhammadiyah di wilayah Bojonegoro melaksanakan Sholat Idul Adha 1444 H di depan Masjid At Taqwa Jl. Teuku Umar Bojonegoro.

Pelaksanaan Sholat Ied tersebut sesuai Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1443 Hijriah, pada 14 Februari 2022 yang dikeluarkan PP Muhammadiyah.

Meski berbeda dengan pemerintah, panitia sangat menghargai perbedaan. Maka, gema takbir malam hari raya hanya dilakukan di dalam masjid dengan sound system dalam, meski kegiatan sholat dilakukan di sepanjang jalan Teuku Umar, demikian ucap ketua Panitia.

Mulai pukul 05.30, warga Muhammadiyah sudah mulai memadati Jalan Teuku Umar untuk melaksanakan ibadah Shalat Ied.

Imam pada Shalat Ied tersebut adalah Ustad H. Syamsul Huda, MPdI Mudir, Boarding School Al Amin (PP. MBS Al Amin) Bojonegoro. Khutbah disampaikan Ustad Drs Nur Cholis Huda, MSi Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur dengan tema “Memanusiakan Manusia”.

Menurutnya, Idul Adha dan ibadah haji banyak berkaitan dengan sejarah hidup Nabi Ibrahim AS. Beliau orang luar biasa dengan perjalanan hidup yang luar biasa pula. Karena itu Beliau tertulis dalam sejarah. Sejarah hanya menulis peristiwa besar, dan peristiwa kecil akan terlewatkan.

Bahkan kisah Ibrahim dicatat Allah sendiri dalam kitab suci. Maka pasti ada banyak pelajaran penting dari peristiwa besar itu. Salah satuanya ialah semangat memanusiakan manusia.

Perintah menyembelih hewan kurban pada setiap Idul Adha secara filosofi bisa dimaknai juga sebagai pesan menyembelih nafsu hewani. Dengan demikian yang menonjol dalam diri manusia adalah sifat-sifat manusianya, bukan sifat kebinatangannya atau nafsu hewaninya.

Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang membedakan manusia dengan hewan. Pertama, manusia bisa berfikir, hewan tidak. Kedua, manusia bisa tersenyum, hewan tidak. Ketiga, manusia punya rasa malu, hewan tidak.

Semakin tipis tiga unsur itu ada dalam diri manusia, semakin tipis pula sifat kemanusiaanya. Semakin tergerus salah satu unsurnya, semakin tergerus kemanusiaannya dan yang dominan adalah sifat hewaninya.

Unsur berfikir, Nabi Ibrahim adalah orang yang selalu berfikir sangat kritis. Perjalanan Nabi Ibrahim menunjukkan betapa dia sejak muda telah menjadi “pemberontak” terhadap kondisi yang tidak sejalan dengan tauhid.

Mula-mula dia memberontak kepada ayahnya sendiri, Azar. Ibrahim protes.Ibrahim juga “memberontak” kepada masyarakatnya, bahkan menghancurkan semua berhala yang menjadi sembahan mereka. Akal cerdasnya membiarkan satu berhala yang paling besar tetap utuh bahkan mengalungkan kapak penghancur itu di leher berhala besar itu.

Ibrahim juga melawan penguasa, raja Namrud yang mengaku dirinya sebagai Tuhan. “Baik, Kalau tuan raja mengaku menyamai Tuhan, coba matahari yang terbit dari timur tuan ubah terbit dari barat,” kata Ibrahim tenang. Raja Namrud panik tak bisa menjawab (Albaqarah: 258).

Ibrahim seorang yang hanif, orang yang bersih dari kemusyrikan. Dia tidak pernah sedetik pun menyembah berhala. Maka teladan yang harus kita ambil ialah jangan pernah memberhalakan apapun. Jangan menuhankan apapun selain Allah.

Sekarang memang tidak ada orang menyembah berhala berupa patung. Tetapi banyak orang mempertuhankan benda-benda lain. Benda-benda itu menjadi berhala modern. Manusia yang semula menjadi hamba Allah (abdullah) berubah menjadi hamba perut (abdul butun), hamba duit (abdul fulus) hamba kursi (abdul kursi), hamba nafsu (abdun nafsu), dan hamba-hamba lain.

Jika kita ingin tetap menjadi manusia, salah satu syaratnya adalah kita berfikir logis dan teratur. Tidak gampang emosional atau mengikuti hawa nafsu.

Unsur senyum, Senyum adalah karunia Allah yang luar biasa. Senyum membuat hidup ini terasa damai dan indah. Hebatnya lagi, hanya manusia yang dapat tesenyum. Tidak ada binatang yang bisa tersenyum.

Sayang, senyum yang hanya milik manusia ini sering disia-siakan. Banyak orang lebih sering bermuka muram, cemberut, marah dan sinis. Padahal semua sikap negatif itu membuat wajah kita tampak jelek, mudah sakit, dan tampak tua. Sedangkan senyum membuat wajah lebih sehat, segar, dan indah dipandang.

Tersenyumlah maka dunia akan tersenyum kepada kita. Tersenyumlah supaya kita tetap menjadi manusia. Orang yang enggan senyum adalah orang yang kehilangan sebagian kemanusiaannya.

Unsur rasa malu, Orang bebas berbuat sesukanya kalau tidak lagi punya rasa malu karena kelasnya turun menjadi binatang. Fisiknya masih berwujud manusia tetapi sifat hewani lebih dominan dari pada sifat manusia.

Maka setiap kali Idul adha seharusnya nafsu binatang yang bersemayam di kalbu, kita sembelih sehingga perilaku manusia lebih menonjol. Sifat buas berubah santun. Bengis berubah ramah. Rakus berubah sosial. Tak punya malu menjadi punya malu. Kita lebih mengenal jati diri kita sebagai manusia.

Diahir khutbahnya ia menegaskan perlunya umat islam memagami dan mengimplementasikan karakter Ibrahim dalam kehidupan.

Sholat Ied yang dimulai pukul 06.00 tersebut berjalan dengan khusuk sampai akhir. (Yazid)

Facebook Comments

Comments are closed.