Save The Earth dengan Pendidikan Islam

Oleh: Rohmat Sholihin, guru di MI Salafiyah Bangilan Tuban

mepnews.id – Lingkungan alam saat ini mengalami kerusakan parah. Imbasnya telah banyak kita rasakan, seperti: banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, kekeringan, pemanasan global, rusaknya terumbu karang, rusaknya hutan tropis dan banyak lagi. Kerusakan-kerusakan alam itu terjadi sebagian besar akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Imbas ulah segelintir manusia ini dirasakan seluruh umat manusia. Banjir di beberapa daerah di Indonesia akibat penebangan hutan secara liar, buang sampah sembarangan, dan kurang disiplin memperhatikan saluran-saluran air baik sungai maupun kanal. Daerah aliran sungai banyak penyumbatan sampah.

Kerusakan lingkungan bukan menjadi tanggung jawab beberapa orang namun jadi permasalahan yang harus dipikirkan bersama. Lembaga pendidikan Islam juga harus lebih perduli terhadap lingkungan yang lestari. Ini karena pendidikan Islam dan kelestarian lingkungan saling terkait erat. Rosulullah memberikan perintah kepada para sahabat ketika menaklukan Makkah (Fatkhu Makkah). Pertama, jangan menyakiti wanita dan anak-anak. Kedua, jangan melukai dan membunuh orang-orang Quraisy yang sudah menyerah serta tak berdaya. Ketiga, jangan menebang pohon dan membunuh binatang di daerah penaklukan.

Banyaknya bencana alam menandakan bumi mengalami ketidakseimbangan suhu, iklim maupun ekosistem. Dari ketidakseimbangan itu timbullah bencana seperti banjir, tanah longsor, gunung meletus, panas meningkat, kekeringan, gempa bumi, tsunami, mencairnya lapisan es di kutub, kebakaran hutan. Jika masalah alam itu tidak segera ditangani secara bersama, tidak tertutup kemungkinan dalam waktu dekat kehancuran bumi akan terjadi dan peradaban manusia juga segera berakhir.

Kenaikan suhu bumi (global warming) makin menjadi fokus perhatian dunia. Dalam peringatan Hari Bumi 22 April 2000, majalah Time menurunkan edisi khusus tentang bumi yang makin panas dan rusak. Meningkatnya global warming sangat memprihatinkan masa depan. Jika tidak diatasi, akibat global warming bisa sangat fatal: lapisan es di kutub mencair dan permukaan air laut naik. Gelombang panas mengacaukan iklim dan menimbulkan badai dahsyat. Tragedi banjir Nabi Nuh akan terulang, bahkan dalam skala lebih dahsyat.

Masalah global warming, yang mulai diangkat ke permukaan pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio De Jeneiro 1992, kini menjadi perhatian utama dunia. Sayangnya, negara-negara yang punya perhatian besar pada global warming belum melakukan aksi bersama. Bahkan di antara mereka saling mempersalahkan.

Di Earth Summit Rio, misalnya, wakil-wakil negara berkembang mempermasalahkan emisi karbon dioksida dari pabrik dan kendaraan di negara maju. Sementara, negara-negara maju mempermasalahkan negara-negara berkembang yang tidak memperhatikan lingkungan dan bahkan merusak hutan. Hutan yang dijuluki paru-paru dunia ditebang semena-mena untuk tujuan ekonomi sesaat.

Siapakah yang paling bertanggung jawab terhadap permasalahan itu semua?

Kalau saling menyalahkan, persoalan tak kan pernah selesai karena sudah terlanjur kompleks, runyam dan melingkar-lingkar sehingga sulit dicari ujungnya. Karena itu, yang perlu dibahas sekarang bagaimana menyelamatkan bumi (save the earth) pada abad-abad mendatang secara bersama (global partnership). Sebab, kerusakan bumi erat kaitannya dengan persoalan manusia itu sendiri.

Bumi sebagai habitat berbagai kehidupan (termasuk manusia) sedang mendapat ancaman kehancuran sangat serius. Ancaman itu puncak dari proses kerusakan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Itu terjadi akibat buruknya kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan moral manusia dalam memperlakukan SDA dan lingkungan.

Gambaran buruknya SDA dan lingkungan bisa kita lihat dari laporan perkembangan manusia 1998 yang dilansir United Nations Development Pragramme (UNDP). Menurut UNDP, beban SDA dan lingkungan yang diderita bumi amat berat: 12% spesies mamalia, 11% spesies burung, 4% spesies ikan dan reptil hampir punah. Di pihak lain, 5-10% terumbu karang rusak, 50% mangrove hancur, dan 34% pantai rusak. Demikian juga stok ikan dunia menurun 25%, dan sembilan juta hektar tanah mengalami kerusakan.

Fakta kerusakan alam di Indonesia juga mencengangkan. Setiap tahun terjadi kerusakan hutan lebih dari 2,5 juta ha, sementara terumbu karang yang tersisa dalam kategori baik hanya tinggal 6,2%. Penyusutan spesies terus berlangsung karena pemburuan dan perusakan habitat. Sebagai contoh, burung Jalak Bali mungkin nyaris punah dari habitat alamnya di Taman Nasional Bali Barat. Demikian juga harimau Jawa.

Kerusakan alam terjadi di negara-negara berkembang yang umumnya kaya SDA. Ini terjadi karena di negara-negara berkembang terdapat berbagai masalah seperti kemiskinan, jumlah penduduk tinggi, dan pengangguran tinggi sehingga tekanan terhadap SDA juga tinggi. Di pihak lain, tingkat kesadaran masyarakat terhadap ekologi masih rendah. Penegakan hukum juga rendah. Akibatnya, kerusakan lingkungan dan SDA menjadi-jadi.

Pertumbuhan penduduk manusia terus meningkat dari 6,1 miliar jiwa pada 2000 menjadi 7,5 miliar pada 2020. Sebagian besar mereka tinggal di negara berkembang.  Penduduk Indonesia, misalnya, telah mencapai sekitar 220 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk ini diikuti meningkatnya konsumsi. Ini berarti peluang degradasi dan pencemaran lingkungan makin besar.

Apabila pembangunan Indonesia berkembang dengan kecepatan 3,4% pertahun, Prof. Emil Salim (2003) memprediksi pada tahun 2020 tercapai tingkat “lower middle income” dengan pendapatan per orang $1.360-$1.500. Namun, jika kecepatan pembangunan naik 7% setahun maka akan dapat dicapai pendapatan per orang $2.700-$3.000 pada 2020. Naiknya pendapatan masyarakat diharapkan akan diikuti semakin meningkatnya perhatian mereka terhadap penyelamatan SDA dan lingkungan. Sehingga pertumbuhannya perlu ditopang secara tepat dengan pembangunan dari segi ekologi.

Masalah besar global yang dihadapi manusia dewasa ini adalah krisis ekologi dan krisis moral. Krisis ekologi berakar dari sikap manusia yang kurang memperhatikan norma-norma dalam hubungan dengan lingkungannya dan dengan lingkungan hidup secara luas. Kondisi diperparah dengan minimnya pengertian dan pemahaman secara ilmiah masyarakat terhadap aspek-aspek penting dari lingkungan hidup. Minimnya moral dan pengetahuan, ditambah krisis ekonomi, menjadikan lingkungan hidup dan SDA sebagai korban dari respon manusia menghadapi kondisi yang menerpa dirinya.

Menyikapi kondisi lingkungan hidup yang semakin gawat, sangat tepat jika kita memulai secara kritis untuk membangun etika lingkungan. Diperlukan moral bangsa di bidang lingkungan hidup yang dilandasi kesatuan dari tiga pilar utama, yaitu intelektual, spiritual, dan emosional.

Membangun etika lingkungan bisa dimulai pada lembaga-lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan merupakan ajang pembentukan insan yang kreatif, jujur dan bermartabat. Maka, lembaga pendidikan harus bisa menjawab tantangan zaman. Bukan sekadar teori namun juga harus menjawab tantangan dengan langkah nyata. Jika tantangan zaman saat ini adalah kerusakan lingkungan, lembaga pendidikan harus bisa membuat program-program kritis untuk segera menyelamatkannya.

Bukankah pendidikan adalah proses mengenali lingkungan? Bukankah lingkungan sangat erat hubungannya dengan pendidikan? Lingkungan merupakan laboratorium alami yang harus selalu digunakan praktik pengembangan oleh dunia pendidikan. Oleh karena itu lembaga-lembaga pendidikan harus ikut bertanggung jawab menjaga kelestarian alam.

Lembaga-lembaga pendidikan Islam harus berada di garis terdepan dalam melestarikan lingkungan alam. Termasuk dalam lembaga pendidikan sekolah-sekolah mulai dari SD/MI sampai Perguruan Tinggi.

Sebagai pendidik sekaligus rasul, misi kependidikan pertama Nabi Muhammad SAW adalah menanamkan akidah yang benar: yakni akidah tauhid mengesakan Tuhan, yang, by extension, memahami seluruh fenomena alam dan kemanusiaan sebagai suatu kesatuan, suatu yang holistik. Beliau adalah orang yang suka melakukan refleksi dan merenung tentang alam lingkungan, masyarakat sekitar, dan Tuhan. Beliau adalah orang senantiasa belajar di sekolah tanpa dinding (school without wall).

Persepsi masyarakat tentang pendidikan Islam harusnya tidak terbatas hanya pada masalah agama (Islam), sehingga muncul asumsi bahwa pendidikan Islam tidak pernah mencapai pendidikan sains. Akibat kuatnya praduga itu lahirlah suatu pemikiran yang bersifat sekuler dalam masalah ilmu. Sementara itu masalah-masalah sosial terus berkembang akibat tangan manusia, termasuk di dalamnya masalah lingkungan hidup yang sudah tercemar.

Kasus lingkungan hidup dihadapi seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia. Bermacam cara telah diupayakan untuk menanggulangi ekses kerusakan lingkungan, namun belum menunjukkan hasil memuaskan. Pendidikan Islam yang telah mengakar ke masyarakat, dalam dekade terakhir sebagian telah mengarahkan polanya ke arah pendidikan yang bersifat monokotonik juga lebih mengarah pada pengembangan masyarakat dan lingkungannya. Sejalan dengan itu, pendidikan Islam diprediksikan sebagai salah satu alternatif jawaban dalam menanggulangi problem lingkungan hidup.

Dalam Pendidikan Agama Islam, menjaga kelestarian alam adalah wajib. Islam tidak pernah membenarkan eksploitasi alam secara besar-besaran. Menurut Islam, mengambil sesuatu berlebihan itu tidaklah benar; termasuk mengeksploitasi alam secara besar-besaran. Imbas eksploitas besar-besaran bisa menyengsarakan perkembangan hidup seluruh makhluk bumi.

Islam hadir di alam semesta ini sebagai agama yang paling sempurna dan tak akan pernah menyengsarakan seluruh makhluk. Manusia, yang diangkat Allah untuk menjadi kholifah di bumi, harus bertanggung jawab terhadap perkembangan kelestarian alam.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang kholifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (kholifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al Baqarah: 30).

Allah menciptakan manusia di muka bumi agar dapat menjadi kholifah. Yang dimaksud dengan kholifah ialah manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang mengatur apa-apa yang ada di bumi, termasuk tumbuhannya, hewannya, hutannya, airnya, sungainya, gunungnya, lautnya, perikanannya. Seyogyanya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatan. Jika manusia telah mampu menjalankan itu, maka sunatulloh yang menjadikan manusia sebagai kholifah di bumi benar-benar dijalankan dengan baik oleh manusia, terutama manusia yang beriman kepada Allah SWT dan Rosulullah SAW.

Dalam hal kerusakan alam, Allah berfirman;

Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. (QS. Hud:116).

Allah SWT mengancam orang-orang yang sering melakukan perusakan lingkungan hidup dengan bencana alam ataupun penyebar wabah penyakit karena mereka telah menghilangkan keseimbangan ekosistem di bumi ini.

Allah SWT berfirman:

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum : 41)

Dalam surat yang lainnya, Al-Quran memposisikan kedudukan orang-orang yang melakukan perusakan terhadap lingkungan hidup hampir sekelas dengan kaum kafir yang diancam azab yang sangat pedih.

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanya mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS. Al-Maidah: 33).

Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat dinarik kesimpulan bahwa Islam mewajibkan kita agar senantiasa menjaga lingkungan hidup. Gerakan untuk menjaga  kelestarian lingkungan harus terus kita bina agar dapat meminimalisir kerusakan lingkungan. Lingkungan hidup yang lestari akan menjadikan kehidupan kita di masa datang menjadi lebih baik. Jika masa depan lebih baik, anak cucu kita nanti juga bisa mewarisi akhlak serta perbuatan mulia yaitu memperlakukan keseimbangan ekosistem dengan baik yang berpengaruh kuat terhadap kepribadian kita semua.

Karena basis pendidikan kita adalah sekolah, maka dalam pembelajaran di sekolah perlu kita kenalkan dan praktikkan kebiasaan-kebiasaan yang mencerminkan kelestarian alam. Misalnya, membuang sampah pada tempatnya dan menjaga kebersihan lingkungan dan diri sendiri. Itu hal mendasar yang harus kita tanamkan pada peserta didik.

Setelah itu anak didik diperkenalkan melihat alam sekitar yang mengalami keruskan seperti tanah longsor, hutan gundul, sungai penuh dengan sampah. Nanti, hati anak didik terketuk dan berfikir apa yang harus dikerjakan ketika melihat pemandangan-pemandangan seperti itu. Di situlah proses stimulus anak terhadap kerusakan alam. Kita ajak anak didik memperbaikinya perlahan-lahan seiring proses waktu.

Kegiatan-kegiatan seperti itu tidak harus pada mata pelajaran IPA atau IPS. Mata pelajaran PAI juga bisa diterapkan untuk mengajak anak berkunjung ke tempat-tempat tertentu. Ini agar ilmu agama Islam bukan hanya teori tapi juga mencakup semua aspek kehidupan. Bukankah pendidikan agama Islam mencakup seluruh aspek kehidupan sebagai jawaban atas hablum minallah, hablum minannas, dan hablum minal alam?

Islam dan lingkungan alam adalah hubungan dua unsur yang tak bisa dipisahkan. Dalam alam semesta, ada banyak hal yang belum kita ketahui. Itu merupakan pengetahuan yang harus kita uraikan berdasarkan Al Qura’an dan Hadits serta dikembangkan dengan berbagai disiplin ilmu yang luas. Ini agar Islam menjadi agama yang seiring kemajuan ilmu yang berkembang mengikuti perkembangan zaman. Islam tidak menjadi agama yang lumpuh, namun menjadi agama yang rahmatan lil alamin yang bisa diterima seluruh umat manusia dengan kekayaan pengetahuan di dalamnya. Pengetahuan-pengetahuan di dalamnya itu tidak menjadi pengetahuan buta, yang menghalalkan segala cara yang tidak berdasar pada Al Qur’an dan Hadits serta pengembangan-pengembangan pemikir-pemikir Islam. Pendidikan Islam juga harus melakukan upaya-upaya untuk masa depan bumi yang usianya hampir 4,5 miliar tahun ini.

Demikian pembahasan kami tentang “Save The Earth” dengan Pendidikan Islam. Kami berharap kerusakan-kerusakan di muka bumi bisa diperbaiki dengan upaya-upaya kita bersama. Menjaga alam adalah tanggung jawab kita bersama tanpa terkecuali. Menjadi tanggung jawab pemerintah, tokoh masyarakat, artis, pemuka agama, tokoh politik, guru, pendidikan sekolah, peserta didik, mahasiswa, dan masyarakat dunia. Jihad bukan berarti harus memerangi orang kafir dan orang maksiat saja, apalagi dengan tega memusuhi saudara sendiri sesama manusia. Tapi, jihad terhadap kerusakan alam juga perjuangan yang lebih berpengaruh terhadap seluruh kehidupan di planet bumi ini termasuk manusia.

Facebook Comments

Comments are closed.