Menulis itu Membahagiakan

Oleh: Khusnatul Mawaddah

MEPNews.id – Tiada hari kita yang tak terlewat tanpa membaca atau melihat tulisan, status, vidio bahkan ceramah atau talk show teman atau tokoh-tokoh publik. Tanpa sengaja, kita mengamati gaya bahasanya, tekanan kalimat hingga mimik wajah dalam isi tulisan maupun isi pembicaraan. Tampak, semua orang yang menampilkan tulisan maupun pembicaraan punya selera sendiri-sendiri. Ada yang serius, ada yang humoris, ada yang campuran serius dan humoris, atau yang lain.

Mendengar kata Asma Nadia, misalnya, bakal tergambar gaya kepenulisan yang serius, tegas dan penuh misi keagamaan. Ada banyak pesan tentang kehidupan wanita, percintaan serta bagaimana melihat dunia tak terkotakkan.

Membaca dan mendengar pernyataan maupun tulisan Andrea Hirata, ada kesan penulisan yang asyik, bermain karakter, pengolahan emosi sehingga membikin pembaca terpana, tertawa terbahak dan bahkan menangis. Misi yang dia bawa juga cukup elegan; kita perlu dan harus banyak membaca sejarah, kebudayaan serta mencintai tanah kelahiran sendiri.

Tere liye juga unik karakternya. Hampir semua penulis punya karakter kuat untuk membangun kehidupan ini dengan berbagai sudut dimensi. Sisi kemanusiaan dan sisi kelemahan manusia tak lepas mereka kupas disetiap karya tulisnya.

Dari situ, aku tak bosan setiap kali menikmati karya mereka. Saat ada waktu longgar, aku mencoba mencari sisi mana yang bisa kukuasai dan bisa kuandalkan. Tentu disesuaikan dengan kapasitas keilmuan yang kumiliki.

Sebagai seorang ibu dengan bejibun ‘tugas negara’, serta sebagai praktisi pendidik anak usia dini, aku berusaha meluangkan waktu untuk terus mengolah diri menjadi pribadi bermakna. Itu bisa aku temukan saat membaca lantas menulis. Aku percaya Tuhan pasti menuntun hati ini untuk terus belajar, asal ada kemauan dan usaha.

Dari mana dan mulai dari mana yang bisa kutulis? Bisa dari pergaulan di dalam keluarga, percakapan dengan anak, suami, ibu, saudara. Bisa juga dari pertemanan, dari murid-murid kita, dari lingkungan. Bisa dari tetangga, dari organisasi. Bisa juga dari kebiasaan baik kita, dari pengamatan kita melihat medsos, bagaimana respon positif dan negatif kita. Juga dari berbagai sumber buku, ceramah, pelatihan serta semua hal yang kita terlibat di dalamnya. Bahkan, dari kesedihan maupun kegembiraan, kita bisa menulis. Bisa juga dari hubungan kita dengan Sang Pencipta. Pendeknya, bisa dari mana saja.

Mengolah kata menjadi kalimat panjang, mengoptimalkan daya imajinasi dan linguistik, kita akan pelan-pelan terlatih menyusun kalimat yang apik dan terstruktur. Kita coba tuliskan agar segala kecamuk hati dan pikiran bisa terlampiaskan.

Semoga kebahagiaan bisa berbagi juga bisa terpenuhi.

 

Penulis adalah aktivis literasi Bojonegoro, sudah menuliskan beberapa karya buku tunggal maupun antologi, dan guru PAUD.

Facebook Comments

Comments are closed.