Guyub Rukun Desaku

Oleh: Diana Aris Astuti

Guru di SD IT Al Uswah, Magetan

MEPNews.id – Desa… Ya, desa…. Siapakah yang tidak mengenal desa?

Suasana desa selalu aku rindukan, setelah puluhan tahun merantau di perkotaan. Banyak orang malu dan tidak mau tinggal di desa, tapi tidak buat aku. Setelah bertahun-tahun merantau di kota, justru aku memutuskan pindah ke desa. Bukan karena aku tidak punya pekerjaan di kota, tapi sebaliknya aku berani meninggalkan karirku, rumahku, dan sahabat-sahabat tercintaku, untuk kembali ke desa.

Bukan tanpa alasan aku bersemangat pindah ke desa. Ya, karena kedua orangtuaku membutuhkanku. Kapan lagi aku bisa berbakti? Selagi Allah memberi kesempatan, kenapa tidak? Harta bisa dicari, pekerjaan bisa dicari. Tapi, kesempatan berbakti, kapan lagi?

Pagi itu aku berniat jalan-jalan ke sawah. Mata ini melihat ke kanan dan ke kiri menikmati hijaunya tanaman padi. Di tengah perjalanan, aku melihat segerombolan orang. Ramai sekali terdengarnya.

Mereka ramai-ramai bukan unjuk rasa atau perang saudara. Mereka adalah warga desa setempat yang melakukan kerja bakti. Mereka gotong royong memperbaiki jalan menuju persawahan. Mereka juga memperbaiki parit yang dijadikan sebagai saluran irigasi. Mereka tampak bahagia dan menikmati kebersamaan di antara warga.

Aku sungguh kagum. Begitu indahnya kebersamaan. Begitu indahnya gotong royong. Aku jadi teringat Pancasila sila ke-3 “Persatuan Indonesia.” Apa yang para warga desa itu tunjukkan adalah salah satu sikap yang sesuai ideologi bangsa kita tercinta itu. Gotong royong.

Mereka bercanda, bersenda gurau, dan tertawa bersama. Mereka kerja bakti hanya dengan menggunakan peralatan sederhana yaitu cangkul dan sabit. Ketika lelah menghampiri, sesekali mereka istirahat duduk di pinggir persawahan, sambil mengipas-ngipaskan topi untuk mengilangkan sedikit rasa gerah.

Mereka melakukan kerja bakti hanya bermodalkan rasa ikhlas. Mereka ikhlas tidak dibayar, ikhlas tanpa meminta makan, dan ikhlas mengorbankan waktu. Tapi, jangan salah. Dengan keikhlasan itu, banyak orang iba.

Tak lama mereka melakukan kerja bakti, terlihat dari jauh tampak ibu-ibu membawa nampan dan berjalan ke arah lokasi kerja bakti. Subhanallah, di atas nampan ada sepiring gorengan dan seteko teh hangat.

Dengan riang gembira, mereka menyambut kehadiran ibu-ibu yang membawa rejeki itu. Sebut saja ibu-ibu itu bernama ‘Bu Wahyu’. Para warga dengan kompaknya mengucapkan, “Matursuwun Bu Wahyu.” Bu Wahyu pun mengucapkan, “Podho-podho, Pak.”

Mereka segera istirahat dan menikmati makanan yang diantarkan Bu Wahyu. Di tengah mereka menikmati makanan, datang lagi seorang ibu-ibu. Tangan kanan ibu-ibu itu membawa tas kresek berisi makanan. Sebut saja ibu-ibu itu ‘Bu Mamik’.

Bu Mamik menyerahkan makanannya kepada para warga yang kerja bakti. Tak lupa, para warga mengucapkan, “Matursuwun, Bu Mamik.” Bu Mamik pun juga menjawab, “Podho-podho, Pak.”

Sungguh keikhlasan yang menjadikan keberkahan. Keikhlasan itu ada di dalam hati. Dan, hanya Allah yang mengetahui isi yang ada di dalam hati.

Pagi itu, hatiku sangat bahagia. Banyak pelajaran yang dapat aku ambil. Suasana yang guyub dan rukun seperti itu yang membuat aku yakin pindah ke desa dan betah tinggal di desa.

Rukun dan damailah terus desaku. Aku akan selalu berdoa di setiap nafasku untuk kedamaian desaku.

Damai desaku, damai hatiku. (*)

Facebook Comments

Comments are closed.