Prestasi Pak Sopir

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id – Pak Sopir yang saya kisahkan ini pernah mengantarkan seorang ahli Bahasa Arab kelas dunia. Penampilan bapak ahli Bahasa Arab kelas dunia ini biasa-biasa saja. Ah, bukan kelas dunia. Dunia ini mungkin bagi beliau terlalu sempit dan sangat sementara, sehingga bisa menjadi “aib” bagi beliau kalau sampai ketahuan populer sebagai kelas dunia.

Dalam hati beliau bisa sangat ber-alhamdulillah sekali kalau tidak ada yang tahu mengenai prestasi-prestasi beliau, karena mungkin takut ditertawakan Tuhan. Bahwa prestasi itu dihadapan-Ku, mungkin demikianlah Tuhan berbisik kepada beliau. Kalau prestasi dihadapan manusia dipercaya sungguh-sungguh sebagai prestasi dan dipercaya juga sebagai kehebatan yang sungguhan, maka menurut beliau mungkin bisa bikin ketawa terpingkal-pingkal hingga keluar air mata seluruh penduduk langit menertawakan beliau.

Beliau bukan tidak mengerti wali, gelandangan kekasih Allah, tukang sol sepatu yang mencintai Rasulullah. Orang sering meremehkan dan tertipu. Kalau disebut sebagai ahli Bahasa Arab, dianggap tidak memahami ilmu sunyi dan tidak mengerti mengenai hati kekasih yang bersembunyi serta merintih-rintih mencintai Allah dan Rasulullah.

Karena kebanyakan orang memang sering meremehkan kepada sesuatu yang tidak ditampakkan, akhirnya saya sendiri menjadi merasa perlu ber-acting untuk supaya tidak terlalu diremehkan orang. Kalau seumpama saya bertelanjang total mengenai kondisi dompet kosong blong saya, maka dampaknya saya bisa segera diperkosa alias di-bully. Saya harus nampak tenang seakan-akan tak berkekurangan suatu apapun. Betapa menakutkannya di-bully itu.

Ketika minggu-minggu ini ramai media sosial membicarakan film Joker yang konon katanya mengisahkan dampak tidak kuatnya seorang Joker yang terus menerus dihina, diremehkan, di-bully–saya jadi takut di-bully dan saya jadi merenung: “Apakah saya ini termasuk tukang bully?” Gila. Dampaknya bisa begitu seram dalam film Joker. Dan saya percaya akan dampak itu.

Lantas apakah dalam tulisan ini saya akan menyampaikan semacam wanti-wanti: “Wahai saudara-saudaraku, dari itu janganlah kalian saling bully mem-bully satu sama lain. Bahkan kepada penganut kebebasan yang paling bebas pun jangan lantas merasa bebas untuk mem-bully. Mereka semua tetap manusia biasa yang lemah. La haula wa la quwwata illa billah. Stop bullying kepada siapapun sekarang juga. Titik!”

Saya tidak akan menuliskan perenungan semacam itu meskipun saya sangat tidak setuju dengan bully mem-bully tersebut. Ntar saya terjebak harus menguraikan bagaimana agar lolos dari jerat bully, kejam tidaknya masyarakat dalam memandang sesamanya, lantas sambung dengan belajar bersikap wajar dan rasional, saling menghormati, menguak fenomena ikhlas dan mupus, sosiopat dan psikopat. Wah, mana bisa saya menguraikannya.

Yang ingin saya tulis sederhana saja, bahwa Pak Sopir yang saya kisahkan ini, salah satu prestasinya adalah pernah menjadi sopir bapak ahli Bahasa Arab kelas dunia tersebut sehingga sekaligus sering menimba ilmu kepada beliau secara dekat.

Prestasi berikutnya, Pak Sopir sempat meledek beliau: “Pak, kalau Panjenengan turun dari mobil dan pergi shalat ke masjid kok nggak pernah ngajak saya sih Pak? Apa dikira saya ini tidak beragama Islam?”

“Hahahahahahahaha….”

Saya tertawa terpingkal-pingkal ketika Pak Sopir menceritakannya ke saya.

(Banyuwangi, 7 Oktober 2019)

Facebook Comments

Comments are closed.