Foto : Ilustrasi
MEPNews.id – Saat memutuskan untuk berumah tangga, ketika keputusan besar menikah telah dibuat, maka sejak saat itu kedua pasangan mesti siap bertemu dengan ragam permasalahan.
Adapun hidup itu seni mengelola masalah, setiap laku kehidupan pasti dipenuhi dengan rangkaian masalah. Dengan masalah itulah, akan ada berjuta tawaran solusi yang tersedia, tinggal yang bersangkutan sudi menempuh cara–mencari solusi atas masalah yang tengah dihadapi.
Tak terkecuali dalam soal rumah tangga, betapa hidup dengan ikatan pernikahan itu sendiri adalah kumpulan masalah. Mustahil di dalam rumah tangga tak punya masalah, sama mustahilnya bila rumah tangga selalu dipenuhi bunga bahagia.
Sekadar contoh, bagi pasangan yang baru saja menikah, masalah paling besar tentu soal tempat tinggal. Ke mana sebaiknya mereka memutuskan harus memulai merajut kisah hidup berdua. Telah biasa bila mereka nunut di rumah orangtua. Hidup seatap dengan mertua. Jika hanya untuk sementara sambil belajar menyerap ilmu hidup dari orangtua, alibi ini sah-sah saja, bahkan amat dianjurkan terutama bagi pasangan yang belum punya rumah.
Tinggal numpang dengan orangtua boleh-boleh saja, tarulah tiga tahun pertama hidup berumah tangga satu atap bersama orangtua merupakan batas maksimalnya. Setelah itu, sebaiknya pasutri baru itu berani keluar mencari kehidupannya sendiri. Entah dengan ngontrak, ngekos, atau kalau sudah ada dana membeli rumah sendiri, tentu sesuai dengan isi buget yang dimiliki.
Dengan tinggal sendiri, mempunyai tempat untuk berteduh dari gerojokan air hujan dan terpaan panas mentari. Maka keluarga baru itu telah merajut kisah kehidupannya secara berdikari, mental mandiri mesti jadi bekal yang wajib dimiliki biar laku hidup tak begitu berat terasa.
Adapun bagi yang telah siap 100% dengan kebutuhan papan ini. Sebelum menikah tapi segala kebutuhan dasar telah ada meski sangat sederhana serta apa adanya. Tentu hal ini akan lebih baik. Sebab mereka telah punya–menyiapkan tempat tinggal sendiri. Jadi setelah sah sebagai pasutri, mereka bisa langsung menikmati laku kehidupan secara benar-benar mandiri.
Mental berdikari diikuti dengan tekad mau mandiri, agaknya ini bekal penting bagi setiap pasutri bila mengharap pintu kesuksesan terbuka lebar-lebar. Hal ini sesuai dengan analogi pada anak pohon pisang. Jika ia masih terus menempel dengan induknya, maka selama itu pula ia tak akan bisa tumbuh secara normal. Ia akan terus bergantung dengan sang induk, tak bisa tumbuh sehat hingga berbuah.
Untuk itu, ia perlu dipisahkan dengan induknya, ia mungkin awalnya kesulitan, tetapi lama seiring proses berjalan dengan terpaan sinar mentari langsung yang ia hadapi. Maka ia pun tumbuh secara normal dan mandiri. Begitu pun pada manusia yang telah berumah tangga.
(Aditya Akbar Hakim)