Oleh: Sugioto
MEPNews.id – Pemilihan umum dan pesta demokrasi merupakan istilah yang selalu menggaung di telinga kita saat menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden, kepala daerah, hingga pemilihan legislatif. Pemilihan umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pemilu diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah serta membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan mendapatkan dukungan rakyat dalam mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945. Tujuan utama pemilu adalah mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.
Mengaitkan pemilu dan pesta demokrasi sebenarnya dapat dilihat dalam hubungan dan rumusan sederhana sehingga ada yang mengatakan pemilu salah satu bentuk dan cara paling nyata untuk melaksanakan demokrasi. Jika ‘demokrasi’ diartikan sebagai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, maka cara rakyat menentukan pemerintahan itu dilakukan melalui pemilu. Hal ini menjadi keniscayaan, karena di zaman modern ini (era revolusi industri 4.0) tidak ada lagi demokrasi langsung atau demokrasi yang dilaksanakan sendiri oleh seluruh rakyat seperti pada zaman polis-polis di Yunani Kuno (kira-kira 2500 tahun yang lalu).
Dalam demokrasi modern, pemilu selalu dikaitkan dengan konsep demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy). Artinya, keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan dilakukan oleh wakil-wakil yang dipilih sendiri oleh rakyat secara langsung dan bebas. Maka, hasil pemilu haruslah mencerminkan konfigurasi aliran-aliran dan aspirasi politik yang hidup di tengah-tengah rakyat.
Konsep dan pemahaman yang seperti itu pulalah yang mendasari penyelanggaraan pemilu di sepanjang sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam konteks saat ini masyarakat juga dihadapkan pada pesta demokrasi terbesar di dunia yang digelar dalam pemilu serentak pemilihan presiden dan wakil presiden kepala daerah hingga pemilihan legislatif.
Pemilu dimaknai sebagai jalan untuk menuju tujuan tertentu (yakni demokrasi). Maka analoginya adalah demokrasi diibaratkan sebagai tujuan/planning/pencapaian yang diharapkan. Pemilu adalah fase perjalanan yang harus dilalui untuk sampai tujuan/planning/pencapaian yang diharapkan tadi. Kalau kita ingin mencapai puncak gunung maka tidak akan bisa sampai ke sana kalau tidak mendakinya. Puncak gunung adalah analogi dari demokrasi. Pendakian adalah analogi dari pemilu.
Pemilu serentak 2019 ini menjadi pekerjaan besar dan berat yang begitu mulia. Pemilu ini akan menetukan nasib dan perkembangan Indonesia lima tahun mendatang. Maka, rakyat semakin kritis dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat yang menjadi kriterianya. Rakyat melihat rekam jejak (track record), dan bukan mendengar omong kosong yang begitu deras disuguhkan dalam pamphlet-pamflet di jalanan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilu diadakan sebagai sarana untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dan salah satu instrumen yang mencerminkan negara demokrasi. Pemilu juga untuk menentukan dan memilih siapa-siapa yang pantas yang akan mewakili rakyat dan untuk memilih pemimpin yang akan memimpin dan membawa negeri ini ke arah yang lebih baik. Nasib laju kapal bernama Indonesia ini tergantung nahkodainya. Kalau nahkodanya baik, maka laju kapal akan berjalan dengan seimbang dan kuat dari gempuran ombak yang begitu dahsyat. Jika nahkodanya tidak baik, maka laju kapal akan oleng dan bahkan tenggelam. Maka dari itu, pemilu serentak yang baru saja dilaksanakan tanggal 17 April 2019 lalu adalah harapan dan penentu potret Indonesia lima tahun mendatang.
- Penulis merupakan Pengasuh Ponpes Tahfidhul Qur’an Sunan Drajat, Sendang Rejo, Jombang, dan Pengurus LDNU Jombang.