Oleh: Rari Kristina Putri
Menyambut pendidikan dalam 100 tahun Republik Indonesia, mau tak mau pengalaman saat ini akan menjadi pijakan kuat untuk menggapainya. Pengalaman saat ini adalah pandemi COVID-19 yang membuat kita semua belajar kebiasaan baru untuk bisa dimanfaatkan di masa depan.
Sebelumnya, tak pernah terbayangkan kita belajar secara online dan di kelas maya. Biasanya, kita langsung bertatap muka. Kini, guru tidak sendiri lagi mengelola pembelajaran di sekolah. Juga, orang tua tidak lagi dapat menyerahkan seluruh aktivitas belajar anak kepada guru. Kini, orang tua dan guru bekerja sama mendampingi siswa dalam kegiatan belajarnya.
Pada tahun 2045, saat 100 tahun Rpublik Indonesia, sangat mungkin pembelajaran global sudah menerapkan sitem hybrid antara yang online dengan yang off line. Perubahan ke arah ini sudah dirasakan siswa, guru dan orangtua, sekarang. Untuk pelaksanannya di masa datang, dibutuhkan strategi untuk efektivitas komunikasi.
Pertanyaannya kemudian, apakah kelas maya ini efektif? Beberapa orang beranggapan rata-rata murid yang belajar melalui kelas online (kelas maya) mengalami perkembangan lebih baik daripada murid yang belajar melalui sistem tatap muka (kelas nyata). Lalu, bagaimana dengan nasib kelas nyata nantinya? Haruskah kita mulai meninggalkannya?
Di Indonesia saat ini, ‘kelas nyata’ masih dipandang sebagai pendidikan yang ‘sesungguhnya’. Masyarakat masih memandang ‘kelas maya’ sebelah mata, dan belum menganggapnya dapat membantu pendidikan anak. Meski banyak bermunculan start-up yang bergerak dalam bidang pendidikan khususnya bimbingan belajar online, kelas maya masih belum dianggap kelas.
Ternyata, permasalahan yang dihadapi terkait pembelajaran secara maya dan nyata bukanlah mana yang lebih baik atau lebih efektif. Akan tetapi, lebih kepada bagaimana sistem kelas maya bisa efektif?
Untuk memahaminya, berikut penjelasan tentang kekurangan dan kelebihan kelas maya dengan kelas nyata. Apa sajakah itu? Apa kelebihan dan kekurangannya?
- Jarak
Memang tidak ada jarak dalam kelas maya. Dalam kelas maya juga tidak ada kebutuhan fisik seperti ruang kelas. Guru dan murid dipermudah karena bisa belajar dan mengajar di mana saja dan kapan saja. Yang diperlukan adalah ketersediaan teknologi memadai untuk mendukung terlaksananya kelas maya.
Kelas nyata membutuhkan ruang kelas secara fisik. Jarak pun terasa jadi masalah, karena mempersulit guru dan murid yang berbeda lokasi. Mereka harus menempuh perjalanan untuk bertatap muka di ruang kelas.
- Waktu
Waktu untuk proses belajar di kelas maya lebih fleksibel (leluasa). Murid bisa belajar kapan saja, atau jadwal bisa disesuaikan. Ini bisa sangat menguntungkan bagi mereka yang bekerja dan tidak punya banyak waktu untuk datang ke kelas secara fisik.
Waktu untuk sistem kelas nyata lebih banyak. Guru dan murid diwajibkan hadir dalam ruang kelas pada satu waktu tertentu. Sistem kelas tradisional ini membutuhkan komitmen dan kedisiplinan terkait waktu dari guru dan murid.
- Keterampilan TIK
Kelas maya mewajibkan guru dan murid bergabung menggunakan fasilitas teknologi, dari perangkat digital hingga koneksi internet. Guru dituntut tidak gaptek. Hal ini membuat kemampuan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) mereka meningkat.
Di kelas nyata, guru bisa dikata masih cukup tertinggal dalam urusan keterampilan TIK. Ini karena kelas nyata tidak selalu menggunakan fasilitas teknologi digital dalam proses belajar dan mengajar.
- Kemandirian
Kelas maya menuntut murid belajar secara mandiri. Karena bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, proses belajar pun tidak mengikat. Murid mau tak mau harus memiliki kesadaran sendiri dalam hal belajar.
Kemandirian pada kelas nyata relatif kurang jika dibandingkan pada kelas maya. Belajar pada kelas nyata cukup mengikat. Murid kadang harus dipaksa guru untuk memperhatikan dan fokus pelajaran. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran secara mandiri untuk belajar dan memperoleh ilmu. Di sini peran guru sangat diperlukan untuk membantu belajar murid.
- Praktis
Ya, kata praktis memang cocok untuk kelas maya. Dengan mengikuti kelas maya, murid bisa me-review bahan pelajaran setiap saat. Itu karena semua bisa disimpan dengan mudah dalam gawai ataupun komputer. Ini juga menghemat tempat dan biaya. Tidak perlu banyak uang untuk membeli beragam buku teks maupun buku catatan.
Kelas nyata, dalam hal kepraktisan, dirasa kurang jika dibandingkan dengan kelas maya. Itu karena bahan pelajaran tidak bisa di-review di mana saja karena ada di banyak buku. Hampir tidak mungkin membawa semua buku pelajaran ke mana-mana.
- Tingkat Kecurangan
Dengan adanya internet, tingkat kecurangan pada kelas maya bisa meningkat. Murid leluasa menggunakan berbagai cara (software) hanya untuk mengerjakan soal hitungan.
Jika dibandingkan dengan kelas maya, kelas nyata memiliki tingkat kecurangan lebih sedikit. Dalam hal ujian, misalnya, pengawasan pada murid bisa lebih ketat. Itu karena murid diawasi langsung oleh guru.
- Fokus
Penggunaan teknologi menjadi kendala fokus bagi kelas maya. Instagram, Facebook, WhatsApp dan lain-lain sudah favorit banyak orang termasuk anak dan remaja. Media semacam ini bisa menjadi distraksi sehingga murid kurang fokus pada media pembelajaran yang telah disepakati dengan guru. Selalu terhubung dengan jagad online memicu anak tidak fokus belajar. Ada kemungkinan anak belajar sambil chatting, main game, atau menggunakan berbagai aplikasi lain. Akhirnya mereka tidak fokus belajar.
Di kelas nyata, hampir semua guru melarang murid menggunakan media online. Murid-murid di kelas nyata seringkali tidak diperbolehkan menggunakan gawai dalam kelas. Hal ini mengkondisikan murid untuk tetap fokus belajar.
- Keterampilan Menulis Tangan
Pembelajaran di kelas maya hampir tidak membutuhkan keterampilan menulis tangan. Semua dilakukan dengan mengetik di gawai atau komputer. Pada akhirnya, keterampilan menulis tangan pun menurun. Padahal keterampilan menulis tangan ini juga dibutuhkan untuk menjaga anak tetap fokus belajar, serta digunakan untuk mengekspresikan diri lebih mendalam dan memberikan ide-ide secara halus.
Kelas nyata hampir selalu membutuhkan keterampilan tangan untuk menulis. Setidaknya, murid harus mencatat materi pelajaran yang disampaikan guru.
Kelas nyata maupun kelas maya sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Sistem pendidikan baru diciptakan sebagai pelengkap sistem sebelumnya.
Maka, kewajiban orang tua untuk mendampingi anak dalam proses belajar. Tentu banyak orang tua yang masih memilih kelas nyata untuk anak, apalagi untuk pendidikan dasar. Pertimbangannya, guru dianggap lebih dituruti anak daripada orangtuanya sendiri. Namun, tidak ada salahnya kita mulai mempelajari kelas maya.
Semangat untuk ayah dan bunda yang mau terus belajar!
__________
Rari Kristina Putri, S.Pd., mengajar di SDN Bedali 1 Lawang, Kabupaten Malang.