MEPNews.id – Saat mengajar di sebuah PAUD, ada sebuah kejadian di jam istirahat yang membuat saya terdiam sejenak.
”Rizki, ayo bantu ibu bereskan dulu bekalnya. Nanti baru main.” Pinta guru kelas saat melihat kotak bekal biru yang dibiarkan berada di atas meja. Wadah itu bahkan tak ditutup kembali.
”Nggak mau! Aku maunya main!” jawab Rizki. Si anak lelaki meninggalkan kotak bekal yang di sisinya masih terdapat remah-remah makanan. Percakapan antara guru dan anak tersebut menjadi pikiran saya untuk beberapa saat. Saya amati meja-meja lain yang berwarna-warni di seluruh kelas. Beberapa di antaranya bersih, beberapa lainnya dibiarkan dengan bungkus camilan kosong ataupun kotak bekal. Mengapa ada anak yang merapikan sendiri dan ada anak yang cuek saja dengan miliknya? Hal ini tidak hanya berlaku pada tempat bekal, namun hal lain, seperti meletakkan sepatu dan sandal di rak yang tersedia, menyimpan tas di lemari kelas yang sudah ditentukan, dan masih banyak lagi.
Ini membuat saya menyadari bahwa beberapa anak diajarkan kemandirian dan bertanggung jawab atas miliknya dan apa yang dia gunakan. Sedangkan beberapa anak tidak menerapkannya.
Mandiri dalam KBBI dapat diartikan dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Kemandirian ini tidak bisa otomatis langsung dikuasai, tetapi memerlukan langkah sedikit demi sedikit. Ini tentunya dimulai sejak usia dini. Anak tidak mandiri bisa disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah orangtua yang menyediakan semua hal sehingga anak tidak merasa perlu melakukan apapun. Menyediakan segala kebutuhan anak memang penting, tetapi membuat anak melakukan sedikit ”tugas” untuk melatih sikap mandirinya juga tak kalah penting. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh guru maupun orangtua dalam menanamkan kemandirian dalam diri anak.
Pertama, ajak anak untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau sekolah
Dalam konteks hal kecil, misalnya menyusun piring dan gelas di rak, mengelap debu jendela atau meja di kamarnya, serta hal yang terlihat kecil lainnya. Sedangkan guru sekolah bisa meminta anak membereskan alat-alat mainan yang telah dimainkannya. Hal-hal ini terlihat kecil dan remeh, tetapi anak usia dini memang belajar segala sesuatu dari hal kecil, kan
Kedua, merapikan tempat tidurnya sendiri
Melipat selimut dan meletakkan bantal di dekat kepala ranjang merupakan contoh hal yang mudah dilakukan bagi anak. Mungkin anak akan kesulitan untuk melipat selimut pada awalnya. Namun, ajari anak untuk melihat sisi positif dari kesulitan itu. Misalnya orang tua bisa mengatakan, ”Nah, setelah selimutnya dilipat, tempat tidur Rizki terlihat rapi dan indah, kan?”
Sedangkan di sekolah, guru bisa mengajak anak untuk membereskan bangku tempat duduknya setelah kelas berakhir. Di PAUD yang pernah saya ajar itu, anak-anak duduk dengan kursi berbahan plastik yang relatif ringan, sehingga pada saat pulang, mereka bisa dengan mudah mengangkut kursi masing-masing dan meletakkannya di pojok kelas.
Ketiga, berikan penghargaan saat anak berhasil
Reward ini sangat penting, apalagi bagi anak yang susah untuk dilatih kemandiriannya. Orangtua dan juga guru jangan lupa untuk mengatakan, ”Bunda bangga sekali denganmu, nak, karena sudah bisa mandiri sekarang. Kamu anak jempol!” Selain itu, guru di sekolah bisa memberikan anak bintang atau pin yang bisa ia koleksi ketika berhasil mengubah sikap tidak mandirinya.
Ketiga hal di atas merupakan beberapa hal yang bisa dilakukan oleh guru dan orangtua untuk menanamkan kemandirian dalam diri anak. Anak yang mandiri akan lebih mudah menjalani kehidupannya di masa mendatang. Peran orangtua dan guru tentunya menjadi kolaborasi yang penting untuk membantu cerahnya masa depan anak. (Sarrah Azahra- Mahasiswi Pendidikan Islam Anak Usia Dini di IAIN Pontianak dan relawan di Rumah Literasi FTIK IAIN Pontianak).
Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id