MEPNews.id-Asisten rumah tangga dan baby sitterkerap diabaikan ketika berbicara tentang parenting. Padahal, kedua profesi di ranah domestik tersebut bisa jadi penentu dalam pembentukan karakter anak dalam sebuah keluarga, utamanya di kota besar, terlebih lagi di keluarga yang kedua orangtuanya sibuk bekerja.
Kedua profesi itu layak jadi sasaran pelatihan parenting, utamanya yang bekerja di keluarga yang majikannya, pasangan suami-istri bekerja.Sebab mereka lah yang setiap harinya paling sering berinteraksi dengan anak.
”Kita sering mengabaikan orang yang kita anggap bukan siapa-siapa, tapi itu justru menentukan,” kata Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria, saat ditemui Tim Sahabat Keluarga, beberapa waktu lalu. Salah satu yang perlu diedukasi pada asisten rumah tangga dan baby sitteritu adalah pengendalian dan pengawasan menonton televisi. Sebab, tambah Arif, dampak televisi itu lebih kuat daripada gawai. ”Tidak semua anak punya gadget, tapi semua anak punya akses terhadap televisi.Orangtuanya belum pulang dari kantor, anaknya bebas nonton televisi,” katanya.
Arif juga menghimbau pemerintah untuk membuat regulasi tentang pembatasan film-film atau sinetron pada jam-jam tertentu. ”Contohnya di Jepang, sinetron itu hanya bisa tayang diatas jam 9 malam. Dari pagi sampai malam itu isinya berita, informasi, pengetahuan dan hiburan non sinetron,” jelasnya. Siapa yang bisa memberi edukasi terkait parenting itu? Menurut Arif salah satunya adalah para kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang saat ini sudah banyak terbentuk sampai di tingkat kelurahan, bahkan di lingkungan Rukun Warga (RW). ”Kita berdayakan kader PKK sebagai saluran media informasi ke masyarakat. Ketika pemerintah mau mengintervensi sesuatu program, kalau tidak ada institusi di masyarakat semacam PKK itu sulit,” kata mantan Dekan Fakultas Ekologi Manusia itu.
Selain PKK, masyarakat secara keseluruhan juga sebetulnya harus diedukasi.Terutama terkait pembentukan karakter anak-anak dan remaja. Arif menuturkan, ketika seorang anak atau remaja berada di rumah, maka itu memang urusan keluarga.Tapi ketika keluar rumah, maka keberadaan anak menjadi bagian dari stabilitas masyarakat sehingga menjadi urusan publik. Konsekuensinya, publik berkepentingan, ikut mengingatkan, menegur, bahkan menindaknya. ”Bila perilaku si anak berdampak jelek secara sosial, maka ini bagian dari urusan kampung harus dijaga bersama ketertibannya, keamanannya, kesantunannya, karena orang lain melihat itu. Sangat wajar dan bagus ada sistem kontrol di masyarakat,” tuturnya.Yanuar Jatnika.
Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id