Demokrasi itu Keributan

Oleh: Yazid Mar’i

MEPNews.id – Membaca pemikiran Nurcholis Majid, demokrasi itu sebagai sarana luapan ekspresi dan ide rakyat. Tentu, adanya ruang kebebasan publik adalah keniscayaan. Dengan begitu keributan sebagai bentuk perbedaan pendapat adalah solusi untuk mengurai perbedaan yang ada sebagai rahmat berupa kekayaan pemikiran.

Dalam perspektif lain, ‘ribut’ dalam konteks demokrasi tidak lain adalah untuk melahirkan kebijakan publik yang mempublik. Maka, bisa dikatakan, tidak bisa disebut negara demokrasi bilamana dalam layar besar bangsa ini hanya ada satu gambar, satu warna, dan satu asiran dari alat asir yang sama.

Di sini lah maka dalam negara demokrasi dibutuhkan oposisi yang ‘bukan oposan’ sebagai alat penyeimbang kekuasaan. Mengapa demikian? Karena kekuasaan yang tanpa penyeimbang cenderung arogan dan tak terkontrol.

John Emerich Edward Dalberg Acton, atau yang lebih dikenal dengan Lord Acton, pernah mengemukakan, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely.” Kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang mutlak cendrung menghasilkan korup yang mutlak.

Bachtiar Efendi menyebut ada tiga pilar demokrasi, yaitu pendapat, berkumpul, dan bersyarikat. Pendapat menjadi penting ketika lahir dari pemikiran cerdas, terpelajar, dan terdidik. Berkumpul, berhimpun, berkoloni untuk mengumpulkan ide dan gagasan yang memiliki kekuatan dan daya dobrak terhadap haegemoni kekuasaan. Berserikat hakekatnya adalah di mana koloni itu memiliki pimpinan, tujuan mulia yang harus diwujudkan.

Dengan tiga pilar ini maka saya dapat menerimanya sebagai upaya untuk mengikis sifat feodal warisan kolonial.  Sikap tidak berani mengkritik dan menerima kritik ‘menghindari ribut’.

Lahirnya UU IT yang terjadi belakangan, dalam konteks tertentu, memiliki sisi positif yaitu sebagai filter dari kebebasan informasi yang cenderung tanpa batas ‘pantas dan tidak pantas.’ Tapi, di sisi lain, ketika UU IT yang dalam praktiknya terlalu protektif dan mematikan daya nalar serta kreatifitas rakyat, maka yang terjadi adalah kematian demokrasi secara berangsur.

Ketika ini dibiarkan, sama halnya dengan mematikan atau minimal menurunkan derajat Pancasila sebagai dasar negara yang berketuhanan, berkemanusiaan, memiliki jiwa nasionalisme, dimusyawarahkan menuju keadilan.

Hipcafe, 050419

 

Facebook Comments

Comments are closed.