Oleh: Yazid Mar’i
mepnews.id – Kajian Sor Keres (KSK) siang 14 Juni 2022 menjadi momen menarik bagi peserta yang hadir, terutama para pengusaha.
Tema kajian ke-4 yang mengusung tema ‘Asosiasi Kompeten, Pengusaha Kompetitif.’ Acara menghadirkan nara sumber Wakil Ketua DPR Bojonegoro, Syukur Prianto.
Mengawali pembicaraan, Syukur Prianto menegaskan apa yang sekarang dinikmati Bojonegoro dengan APBD 6,2 triliun lebih sesungguhnya adalah rentetan jalan panjang yang dimulai sejak 2006.
Jadi, PI dalam bentuk BPH Migas yang menjadikan Bojonegoro sebagai kabupaten terkaya nomor 6 se-Indonesia dan nomor 4 se-Jawa Timur ini bukan sesuatu yang tiba-tiba, melainkan hasil kerja seluruh rakyat Bojonegoro.
“Karenanya rakyat Bojonegoro hari ini jangan sampai seperti peribahasa ‘anak ayam mati di lumbung padi’,” kata Syukur.
Artinya, capaian penguasa dengan membangun jalan 400 km adalah sesuatu yang biasa karena memiliki APBD besar. Yang luar biasa adalah bagaimana APBD besar itu mampu mensejahterakan masyarakat, dan mampu menurunkan tingkat kemiskinan Bojonegoro.
Hartono, salah satu pengusaha yang hadir, menyambung tentang perlunya goodwill penguasa. Memang, lelang pekerjaan dilakukan secara terbuka untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun, ia berharap penguasa dapat memberlakukan semacam aturan. Untuk paket pekerjaan dengan nilai 75 seperti jalan nasional, semestinya tidak dengan satu paket, tapi bisa menjadi 10 -15 paket. Ketika kontraktor luar tidak tertarik sepenuhnya melakukan pekerjaan di Bojonegoro, maka secara tidak langsung memberi kesempatan kontraktor lokal yang dapat merekrut tenaga kerja lokal, dan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta menurunkan tingkat kemiskinan di Bojonegoro.
Yudi, mewakili Gapensi, menbenarkan tentang perlunya goodwill pemerintah, sehingga tidak terjadi seperti hari ini di mana 90% pekerjaan dimenangkan kontraktor dari luar.
‘Mestinya PL bisa diperbanyak untuk memberi kesempatan pengusaha lokal bekerja,” begitu ia menambahkan.
Syukur menambahkan, hingga Mei 2022 pekerjaan baru terealisasi kisaran 17%. Ini tentu kinerja yang bisa dibilang lambat, hingga perlu dipertanyakan kinerja SKPD yang ada.
Lalu, peserta kajian mempertanyakan DPRD punya tanggung jawab terhadap hal ini. Syukur menjawan, dewan sesungguhnya telah menyetujui perencanaan yang ada, namun bupati dan seluruh SKPD adalah pelaksana kegiatan. Tugas DPRD selanjutnya mengawasi sesuai fungsi controlling.
Juga ia menyinggung pelaksanaan BKD (Bantuan Keuangan Desa) yang cendrung topdown, sehingga sering tidak inheren dengan kehendak masyarakat penerima BKD.
Koestaji, dari perwakilan media massa, menbahkan jika ke depan goodwill telah ada maka kesiapan kontraktor Bojonegoro dari segi apapun juga harus dilakukan.
Sugiharto, yang juga pengusaha, berkelakar, “Kalau Bojonegoro ada minimal tukuh orang seperti Mas Syukur, tentu akan ada perubahan di Bojonegoro.”
* Penulis adalah Sekretaris KSK dan pemerhati masalah Sosial di Bojonegoro.