Oleh: Aditya Mega P.
mepnews.id – Kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Itu diungkapkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Pada 2019, angka laporan kekerasan terhadap perempuan mencapai 8.864 kasus. Pada 2020, menjadi 8.686 kasus. Angka ini melonjak menjadi 10.247 kasus pada 2021. Sementara, jumlah korban kekerasan terhadap perempuan 8.947 orang pada 2019, menurun sedikit jadi 8.763 orang pada 2020, lalu melonjak jadi 10.368 kasus pada 2021.
Hal tersebut mendasari beberapa perempuan di Banyuwangi membuat komunitas Kawan Puan. Fiya Qutrunnada, salah satunya. Perempuan berusia 26 tahun ini bercerita ia dan beberapa rekan menginisiasi Kawan Puan di Banyuwangi sejak awal 2021.
“Komunitas ini dibangun dari kegelisahan kami, teman-teman perempuan dari berbagai profesi dan juga ibu rumah tangga, menyikapi banyaknya kasus-kasus kekerasan pada perempuan,” kata Fiya, saat diwawancarai pada Senin 7 Maret 2022.
Perempuan pemilik rumah baca ini bercerita, peserta Kawan Puan di bulan Januari 2021 bergabung melalui flyer yang disebar di media sosial. “Saat itu kami masih belum tahu konsepnya seperti apa. Kami hanya ingin mengumpulkan kawan-kawan perempuan untuk saling bercerita,” kata Fiya.
Di pertemuan pertama, Kawan Puan Banyuwangi menggandeng psikolog yang bisa membantu kawan perempuan untuk memetakan masalah mereka.
“Di pertemuan pertama, kisah-kisah yang diceritakan dalam sekali. Ternyata, ada seorang penyitas kekerasan. Karena terkait korban, kami memutuskan pertemuan bulan selanjutnya tidak kami unggah di medsos. Jadi hanya pertemanan. Kami tak ingin kisah yang diceritakan menjadi konsumsi publik di luar,” ungkap dia.
Di pertemuan bulan selanjutnya, ada rules yang harus disepakati. Pertama, tidak ada penghakiman dari kisah yang diceritakan. Kedua, apa pun yang terjadi serta cerita yang disampaikan, tidak boleh keluar. Apalagi sampai cerita detail dan identitasnya dibuka pada publik. “Rules itu untuk melindung teman-teman peserta. Alhamdulilah semua menyepakati,” ungkap dia.
Di setiap acara yang digelar, perempuan yang datang akan duduk melingkar dan saling sharing cerita yang sesuai tema pertemuan. “Temanya beragam. Mulai toxic relationship, mencegah kekerasan seksual, hingga rumitnya menjadi ibu,” kata Fiya.
Saat puncak pandemi, pertemuan fisik ditunda. Sempat dilakukan melalui zoom meeting. “Tapi memang feel yang dirasakan memang beda dibanding saat bertemu fisik walau social distancing,” ungkap dia.
Selama ini, pertemuan-pertemuan Kawan Puan dilakukan di Palm Sugar Cafe yang ada di Bakungan, Kecamatan Glagah.
Septi, pemilik Palm Sugar Cafe, mengaku senang kafe yang ia kelola bisa digunakan untuk kegiatan-kegiatan bermanfaat. “Saat dihubungi teman-teman, saya langsung mengiyakan. Saya juga bagian dari Kawan Puan,” ungkap dia.
Septi mengaku banyak sekali manfaat yang ia dapatkan saat mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan.
“Rasanya takjub mendengar cerita teman-teman perempuan yang fight, yang menginsipirasi. Namun, nilai terpenting yang saya dapat adalah tidak boleh menghakimi pilihan teman-teman sesama perempuan karena kita tidak pernah tahu latar belakang mereka. Yang kedua, bagaimana woman support woman itu harus dijalankan. Contoh kecil, saya ikut bahagia saat ada teman yang bisa keluar dari toxic relationship,” ungkap Septi.
Menurut Septi, Kawan Puan memang komunitas kecil namun bisa menjadi tempat aman untuk kawan-kawan perempuan bercerita. “Setiap orang pasti punya masalah. Perempuan juga. Tapi, di Kawan Puan tak ada penghakiman. Justru semua saling menguatkan. Kawan Puan ini ruang aman untuk perempuan di Banyuwangi. Itu lah yang harus dibangun bersama-sama.”
- Penulis adalah pengampu di SDN 1 Lateng Banyuwangi.