Oleh: Dwi Lestari
mepnews.id – Pandemi COVID-19 melanda bukan saja di Indonesia tetapi seluruh negara di bumi ini. Imbasnya kepada jagad pendidikan, dari PAUD sampai perguruan tinggi. Sebelum pandemi, pembelajaran dilaksanakan secara tatap muka. Saat pandemi, pembelajaran beralih secara daring.
Ketidaksiapan para guru dan peserta didik dalam penggunaan alat pendukung pembelajaran daring menjadikan penyampaian materi dari guru kepada peserta didik tidak maksimal. Nah, ketidaksiapan menghadapi era globalisasi dalam penggunaan hasil perkembangan teknologi ini menjadi catatan tersendiri terhadap penurunan nilai-nilai karakter peserta didik.
Hal terpenting dari kegiatan belajar mengajar bukan hanya penyampaian materi pembelajaran, tetapi bagaiamana peserta didik dapat menggunakan alat pendukung pembelajaran daring dengan tepat. Faktor yang lebih penting mempengaruhi peserta didik dalam penggunaan alat pendukung pembelajaran daring adalah orang tua yang 24 jam selalu bersama anak di rumah.
Ketidaksiapan ini menjadi faktor pendukung menurunnya nilai-nilai karekter peserta didik.
Banyak orang tua belum siap dalam penggunan internet yang terhubung dengan ponsel, tab, labtop dan komputer. Waktunya tidak tepat, nilai manfaatnya juga tidak tepat. Tanpa disadari, anak-anak mulai terabaikan. Lalu, anak-anak mengikuti apa yang dilakukan orang tuannya. Orang tua yang tidak menekankan kedisiplinan dalam penggunaan alat pendukung pembelajaran daring tentu akan berdampak negatif kepada anak.
Panjangnya masa pandemi sangat berpengaruh terhadap pembenukan karakter peserta didik selama belajar dari rumah (BDR). Beberapa peserta didik curhat bahwa orang tuanya jenuh dengan aktivitas yang lebih banyak di rumah. Waktu-waktu mereka banyak bersama ponsel. Saat sudah asik dengan ponsel, orang tua tidak memperhatikan apa yang dilakukan putra atau putrinya.
Bahkan, ada anak yang menyampaikan bahwa orang tuannya tidur hingga larut malam sehingga anak meniru. Hal ini berimbas si anak bangun kesiangan dan tidak mengikuti pembelajaran daring di rumah sehingga ketinggalan materi dan dianggap alpa dalam pengabsenan.
Sebagai pendidik, yang di awal pembelajaran tatap muka terbatas sejak minggu ke dua bulan Oktober 2021, tentu mempunyai kewajiban tidak ringan. Pendidik harus Kembali menekankan penanaman nilai-nilai karakter dalam kehidupan di sekolah maupun di rumah.
Banyak peserta didik yang sesampainya di sekolah langsung menuju tempat duduk yang telah diberi nomor urut sesuai absensi kemudian mengambil ponsel dan asik dengan ponselnya saat menanti kehadiran guru di kelas. Siswa yang satu dengan yang lain tidak saling berinteraksi karena mereka banyak yang tidak mengenal satu dengan yang lain walau mengikuti pembelajaran daring menggunakan meet.
Waktu-waktu luang di rumah selama pandemi digunakan sebagian besar peserta didik untuk selalu bersama ponsel. Sampai-sampai ada semboyan “Aku tidak bisa hidup tanpamu (ponsel)”.
Ada orang tua yang membiarkan hal itu dan menganggapnya biasa-biasa saja, dengan alasan kasihan anaknya tidak ada kegiatan. Tapi, tanpa disadari, hal ini telah meracuni karakter peserta didik. Karakternya semakin lama semakin menurun. Ini menjadikan peserta didik lebih tidak peduli kepada anggota keluarga yang ada di rumah. Bermain game perang-perangan dan perkelahian, tanpa disadari, bisa menjadikan anak berkarakter kasar.
Melemahnya pengawasan orang tua pada anak dalam penggunaan ponsel menjadikan anak bisa dengan leluasa membuka website dan konten YouTube yang tidak semestinya dilihat. Ini bisa berdampak terhadap pola pikir negatif yang berimbas terhadap karakter anak.
Menurunnya kepedulian antara sesama peserta didik juga merupakan hal yang sangat memprihatinkan. Karakter tanggung jawab juga menurun yang terbukti dengan pengabaiaan tugas-tugas dari guru. Walau para guru telah mengingatkan kepada peserta didik maupun orang tua peserta didik secara langsung saat pembelajaran tatap muka terbatas maupun melalui WAG (WhatsApp Group), ada orang tua yang tidak mendukung dan mengawasi. Akibatnya, anak-anak tidak mengerjakan tugas atau menyerahkan tugas tepat waktu. Padahal, ini bisa menyebabkan terus menurunnya nilai akademik.
Juga, ada peserta didik yang sering tidak mengikuti pembelajaran daring dengan alasan kuota data habis. Sementara, ada orang tua yang tidak mengerti dalam penggunaan ponsel dalam pembelajaran dan justru mengatakan itu pemborosan. Sementara, anak-anak justru menggunakan kuota data untuk mengakses hal-hal yang tidak berhubungan dengan pembelajaran dan secara terus menerus.
Berdasarkan analisa yang saya lakukan dari data curhatan peserta didik dan orang tua, serta pengamatan selama pembelajaran tatap muka terbatas dan pengumpulan tugas peserta didik, saya melihat tugas guru bertambah berat. Yang terpenting, menyiapkan peserta didik saat ini bagaimana supaya mempunyai karakter positif.
Tugas Guru di sekolah tidak akan berhasil tanpa kolaborasi dengan orang tua di rumah. Hal ini disebabkan waktu peserta didik lebih banyak di rumah bersama orang tua dibandingkan dengan di sekolah bersama guru.
Penanganan segera yang dilakukan para wali kelas dibantu guru bimbingan konseling di sekolah merupakan langkah awal untuk menangani peserta didik yang bermasalah dengan karakternya. Namun, pendidik juga hendaklah selalu memberikan contoh dalam kesehariannya di lingkungan sekolah dengan karakter positif. Misalnya, bagaimana menyapa siswa, berpakaian, berbicara, berdisipin, tanggung jawab dan karakter positif lainnya.
Pendidikan pada 100 tahun Republik Indonesia tnetu tidak seperti sulap yang sim salabim langsung jadi. Masih 24 tahun lagi, dan apa pun mungkin terjadi. Tapi, pendidikan masa depan sangat ditentukan pendidikan saat ini. Kesuksesan pendidikan masa depan berada di tangan peserta didik saat ini. Peranan pendidik saat ini menjadi tonggak keberhasilan pendidikan masa depan.
Keberhasilan penanaman nilai-nilai karakter saat ini, yang tidak mudah dan penuh perjuangan, bakal menentukan keberhasilan pendidikan masa depan dalam memepersiapkan Generasi Emas penerus bangsa yang siap secara akademik dan berkarakter.
Persaingan masa depan peserta didik saat ini tentu semakin berat. Maka, pendidik bekerja bukan sekadar menggugurkan tugas dan kewajiban. Jadikanlah tugas mendidik peserta didik sebagai ladang beribadah dengan keikhlasan. Jadikan ini sebagai amal jariyah yang pahalanya terus mengalir walau raga tidak lagi bersatu dengan nyawa.
Laksanakan tugas dengan keikhlasan sebagai pendidik agar peserta didik kelak dapat menjadi sosok yang siap secara akademik dan berkarakter, mampu bersaing di masa depan yang penuh tantangan.
Ayo, maju Bersama. Indonesia bisa. 100 tahun Republik Indonesia Merdeka.
- Penulis adalah pengajar di SMP Negeri 1 Balikpapan. Fb: Dwi Lestari, IG: dwil238