Guru Darurat


Oleh: Moh. Husen

 

MEPNews.id—Setelah membaca bismillah dan Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad, seorang penikmat kopi hitam memulai catatannya dengan berdoa kepada Allah: “Ya Allah, jadikanlah aku mampu menjadi guru bagi anakku sendiri…”

Dia punya kelemahan yang ampun-ampun, yakni bila dia harus mengajari anaknya sendiri. Akan tetapi begitu anaknya naik kelas 4 di sekolah yang masih tingkat dasar itu, dia kini diharuskan oleh keadaan musibah pandemi Covid-19 untuk mau tidak mau harus menjadi guru bagi anaknya sendiri. Meskipun sudah New Normal tapi demi menjaga anak-anak dari virus Corona, Pemerintah menyuruh mereka belajar secara daring (dalam jaringan) dari rumah masing-masing.

Ya, pembelajaran online kini mulai populer. Tapi rasanya tidak mungkin juga anak-anak belajar seratus persen dari tutorial berupa video yang diberikan oleh guru mereka melalui WhatsApp. Bukan berarti tutorial tersebut tidak penting. Melainkan, masih harus dijelaskan oleh orang tua mereka masing-masing di rumah.

Disinilah, menurut seorang penikmat kopi hitam itu, orang tua kini harus mateg aji dan niat ingsun bahwa dia harus bisa menjadi “asisten guru” bagi anaknya. Bismillah saja. Ingin dan niat saja. Sebisanya dan semampunya. Tidak usah “terlalu percaya” bahwa menjadi guru harus punya dasar-dasar ilmu pendidikan yang memadai. Apalagi digertak: “Kamu bisa menyesatkan anakmu kalau kamu tak punya ilmu sekolahan…”

Bismillah saja. Lihat dan perlihatkan tutorialnya dari bapak ibu gurunya. Baca buku pelajarannya. Amati tugasnya. Lalu, bismillah, jelaskanlah semampunya pada anak-anak. Insya Allah, Allah ikut membantu melancarkan dan memudahkan proses pembelajaran pada anak-anak kita sendiri. Orang tua kini harus benar-benar sadar bahwa ia harus menjadi guru bagi anaknya sendiri.

Maka, kini sang penikmat kopi hitam ini menyiapkan whiteboard dan spidol besar di rumahnya. Kemudian dengan bismillah dia menjelaskan pecahan desimal, passing bola volly plastik, hukum nun mati ketemu hamzah, menulis Arab, pokoknya kayak guru di sekolah. Dia harus pandai meluangkan waktu dua hingga empat jam untuk menjadi guru bismillah bagi anaknya. Harapannya semoga Allah membantu.

Mungkin yang lucu adalah tatkala ia harus mengajari anaknya Bahasa Inggris. “Ya Allah, kapan-kapan kalau pas pelajaran Bahasa Inggris untuk anakku, tolong dong aku dibantu. Bahasa Inggrisku susah. Bisanya cuma bilang i love you saja hingga sekarang…” ia merintih.

“Orang tua yang mau menjadi guru bagi anaknya sungguhpun secara ala kadarnya dan darurat, lebih akan dibantu oleh Yang Maha Mendidik daripada orang tua yang membiarkan anaknya dengan dalih ini-itu dan kakehan cangkem...” ia dengan mantap mengakhiri catatannya.

(Banyuwangi, 13 Agustus 2020)

 

Facebook Comments

Comments are closed.