Juz 16 dan Nabi Khidir

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id – Menurut seorang kawan, seorang kiai belum sah disebut kiai jika belum pernah “ngopi bareng” (baca: bertemu) dengan Nabi Khidir. Saya tidak mendesak lebih jauh kok bisa ada semacam “SOP” kayak gitu.

Masyarakat memang “berkuasa” meng-kiai-kan siapa saja. Masyarakat terkadang punya aturan kolektif tersendiri. Terkadang pakai sudut pandang ilmu dan akhlak. Terkadang asal sakti, bisa menyembuhkan orang, dengan sendirinya masyarakat memanggil seseorang sebagai kiai.

Mungkin kita pernah dengar, syarat bertemu Nabi Khidir haruslah bersih dan suci jiwa raganya. Biasanya Nabi Khidir menyamar sebagai orang yang diremehkan oleh pandangan umum. Entah pengemis yang kumuh. Atau pernah dikisahkan, tatkala sang guru bilang: “Temuilah Nabi Khidir di pantai malam ini juga…”

Begitu tancap ke pantai justru yang ada adalah segerombolan anak punk dilengkapi raungan sepeda motor yang tak sopan. Yang bersangkutan menjadi marah dan pulang. Potongan mereka tak tampak alim serta pantasnya tukang mabuk dan tak mungkin shalat lima waktu.

Sang guru menegur: “Lha, di antara mereka itu ada Nabi Khidir. Kamu sih kurang bersih hati dan fikiranmu. Mudah sombong dan meremehkan orang. Kamu telah diuji Nabi Khidir dengan penampilannya itu…”

Adapun seorang penikmat kopi hitam tatkala ia mengikuti khataman online dengan niatan mengusir wabah pandemi Covid-19, dia selalu ambil juz 16. Kemudian ndilalah-nya ada yang iseng tanya: “Kok suka ambil juz 16 bos, kenapa?”

Dia menjawab: “Dulu, tatkala saya bertanya prihal makrifat, guru saya pernah menyuruh saya membaca juz 16. Di sana ada kisah perjumpaan Nabi Khidir dan Nabi Musa setelah gagal bertatapan wajah dengan Allah di bukit Tursina. Dalam juz 16 ini juga terdapat kisah Ashabul Kahfi yang di-lockdown Allah dalam sebuah gua. Jadinya saya baik sangka saja dengan membaca juz 16, saya memohon kepada Allah agar problem lockdown dan Coronavirus ini segera berakhir.”

(Banyuwangi, 27 April 2020)

Facebook Comments

Comments are closed.