Oleh: Moh. Husen
MEPNews.id – Mestinya dia malam itu harus beristirahat, tapi larut malam itu dia harus menulis. Ada sebuah ide yang mengganjal di kepalanya. Jika tidak ia tulis, ide tersebut selalu dan selalu mengganggu terus. Berulang kali dia mau tidur selalu gagal. Hawa panas memang tak segampang itu membuat orang bisa rileks untuk beristirahat dengan nyaman. Apalagi dia diteror oleh sebuah ide yang jika tak segera ia salurkan dalam bentuk tulisan, sang ide ngomel terus.
Dia sendiri ragu. “Ah, ide, apakah kamu sedang merasa paling benar sehingga berorasi terus menerus di kepalaku dari pagi hingga selarut malam seperti ini? Apakah kamu yakin sudah benar? Yakin kamu? Yakin?!”
Ide tak menjawab.
Sang Ide dicerca lagi: “Lihatlah itu orang-orang yang selalu merasa benar dan tak pernah merasa ada salahnya sedikit pun. Lihatlah itu, karena merasa benar, maka tatkala dia menyimpulkan bahwa Tuhan itu tidak ada lantas dia menghina dan merendahkan orang yang berpendapat Tuhan itu ada dengan alasan kebebasan beropini. Sedangkan sebuah firman Tuhan saja harus disampaikan secara baik-baik.”
Ide menjawab: “Hal yang demikian tak bisa dijadikan contoh yang baik Bos. Kalau aku sih berpendapat tapi kan tidak memaksa untuk diikuti, Bos, hehehehe…”
“Lho,” dia gertak idenya, “Kamu fikir setan itu memaksa untuk menghasut orang, merusak nama baik orang, memfitnah orang. Setan cuma berbisik, tak punya kemampuan memastikan orang akan mengikutinya, apalagi memaksa ikut dengannya. Lantas apakah setiap yang tidak memaksa itu kamu anggap pasti benar?”
“Bos,” ide mulai tak sabar, “Kenapa sih Bos ribet amat orangnya? Saya ini cuma ingin berpendapat marilah kita memberi manis kepada orang lain, meski kita tak disebut gula atau tidak diakui sebagai gula. Sebutan itu tidak penting, tapi memberi manis yang sungguh-sungguh manis kepada orang lain itu yang jauh lebih penting. Buat apa kita disebut atau diakui sebagai gula, tapi kenyataannya pahit yang luar biasa yang kita berikan kepada orang lain. Para wali tersembunyi atau yang dikenal dengan istilah wali mastur justru bahagia jika disebut gelandang atau orang gila, padahal karena kekasih Allah yang mastur itulah Allah masih menyelamatkan kita semua. Demikianlah, Bos, dalam istilahku Maiyah Gula yang aku dapat dari Emha Ainun Nadjib yang aku dengar di YouTube saat Cak Nun hadir di Bang-bang Wetan tepatnya di halaman TVRI Surabaya 19 Juli 2019 yang lalu, Bos. Mbok ya sekali-sekali menulis Maiyah gitu, Bos…!”
Si Bos ini bernama Halimun (bukan nama sebenarnya alias nama samaran). Dia baru bisa tidur setelah idenya tersebut ditulis. Padahal Halimun menginginkan sang ide tersebut mbok ya menuturkan prihal Maulid Nabi atau Hari Pahlawan.
(Banyuwangi, 11 November 2019)